Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) berkomitmen meningkatkan nilai tambah atas produk ekspor Indonesia melalui program hilirisasi, membangun industri manufaktur dan industri pengolahan. Tujuannya, agar setiap sumber daya alam yang dikeruk dari Indonesia tidak untuk menguntungkan segelintir orang.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Andrinof A Chaniago mengungkapkan, pemerintah harus mencegah eksploitasi sumber daya alam demi kemakmuran segelintir pihak. Pembangunan sarana dan prasarana perlu diarahkan bukan untuk memfasilitasi seseorang yang hanya menguras hasil kekayaan Indonesia.
Advertisement
"Memakmurkan segelintir pihak, memperkaya negara lain harus dihentikan. Ini bukan perjuangan singkat dalam hitungan bulan, tapi tahunan. Dalam hal ini, komitmen Presiden sangat jelas, makanya ada kerjasama penyelamatan sumber daya antara KPK, Jaksa Agung, Kapolri, 27 Menteri dan Pimpinan Lembaga," tegas dia kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Kamis (9/4/2015).
Andrinof mengatakan, menghentikan ekspor bahan mentah merupakan visi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena sesuai dengan perintah Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33. Melarang eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran dan menjualnya dalam bentuk mentah tanpa diolah.
Dia meyakini, emisi yang ditimbulkan dari industri pengolahan, dapat diatasi lewat otak dan teknologi canggih.
"Kalau takut dengan dampak yang ditimbulkan dari industri, ekonomi kita tidak akan bisa bergerak karena komitmen kita mau mengurangi pengangguran termasuk pengangguran terselubung," ujar Andrinof.
Oleh karena itu, sambung Andrinof, pemerintah sangat serius meningkatkan pertumbuhan industri manufaktur, pengolahan dan industri bernilai tambah lain. Namun pembangunan besar-besaran ini membutuhkan listrik sangat besar, sehingga perlu ada pengorbanan.
"Kami tidak minta tambahan anggaran dari APBN ke APBN-P 2015, tapi kami akan optimalkan anggaran yang ada. Apa yang dihemat akan dihemat. Demi menjalankan strategi pembangunan lima tahun ke depan, melipatgandakan pembangunan, seperti pembangkit listrik," jelas Andrinof.
Pembangunan listrik, dia menjelaskan, sangat krusial supaya dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat. Memperlancar aktivitas belajar mengajar tanpa harus tergganggu dari listrik yang padam secara bergilir.
"Kita ingin keluar dari negara yang defisit listrik menjadi negara surplus listrik, menata kembali kebijakan energi, sumber daya alam harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan dijual mentah," sarannya.
Andrinof berharap, pembangunan infrastruktur dapat meningkatkan konsumsi listrik per kapita Indonesia ke depan. "Jangan bangga jadi negara konsumsi listrik per kapita paling rendah, tapi banggalah jadi eksportir gas dan batu bara nomor satu terbesar," pungkas dia. (Fik/Ahm)