Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada kuartal I dan II 2015 akan mencapai level sedikit di atas 5 persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan diiringi dengan terkendalinya laju inflasi sampai dengan akhir tahun ini.
Gubernur BI, Agus Martowardojo memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini tidak berbeda jauh dengan realisasi 2015. Artinya belum ada perkembangan kondisi perekonomian cukup signifikan akibat perlambatan ekonomi dunia dan penurunan harga maupun permintaan komoditas.
"Jadi di Indonesia, pertumbuhan ekonomi di atas sedikit 5 persen pada kuartal I dan II 2015. Sedangkan hingga akhir tahun, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan 5,4 persen sampai 5,8 persen," terang Agus saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (10/4/2015).
Optimistis BI, katanya, juga terlihat dari laju inflasi yang tetap mengarah pada 4 plus minus 1 persen di 2015. Inflasi Indonesia diramalkan BI akan bergerak pada rentang 0,35 persen sampai 0,45 persen pada April 2014. Penyebabnya karena faktor harga yang diatur pemerintah (administer price) mulai dari bahan bakar minyak (BBM) sampai tarif angkutan umum.
"Dari hasil survei Minggu I 2015, inflasi April akan ada di kisaran 0,35 persen sampai 0,45 persen. Dipengaruhi banyak faktor, diantaranya administer prices termasuk transportasi dalam kota, harga BBM dan tarif kereta api," jelas Agus.
Sementara prediksi mengenai neraca perdagangan, BI meramalkan akan terjadi surplus. Namun Agus masih merahasiakan besaran surplus tersebut. Hanya saja dia memastikan bahwa kondisi neraca perdagangan telah mengarah pada perbaikan.
"Peran itu karena harga minyak dunia turun, jadi defisit perdagangan minyak dan gas terjadi perbaikan besar. Sementara perdagangan non migas, penerimaan dari eskpor mengalami penurunan. Sejalan dengan melemahnya permintaan dunia, dan harga komoditas yang rendah. Yang pasti surplus," ucap dia.
Sementara Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengaku, pertumbuhan ekonomi tahun ini masih akan dikontribusi besar pada konsumsi rumah tangga. "Yang penting kita harus memahami secara global terjadi pelemahan sekarang ini," tandasnya. (Fik/Gdn)
Energi & Tambang