MA Persilakan Eks Karyawati Bank Dihamili Hakim Uji Materi ke MK

"Ya di mana-mana, apapun putusan hakim pasti ada yang senang ada yang tidak senang," kata Kabiro Humas MA.

oleh Oscar Ferri diperbarui 14 Apr 2015, 16:31 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Mantan karyawati bank di Lampung, Mut, mengajukan uji materi Pasal 32A ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (MA) dan Pasal 39 ayat 3 UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ke Mahkamah Konstitusi (MK).‎ Mengenai hal itu, Mahkamah Agung (MA) mengaku menghormati upaya hukum tersebut.

"‎Ya kita akan menghormati. Silakan saja. Kita hormati," ujar Kepala Biro Humas dan Hukum MA Ridwan Mansyur kepada Liputan6.com, Selasa (14/4/2015).‎

Menurut Ridwan, pengajuan uji materi merupakan hak Mut sebagai warga negara. Tapi, dia meminta siapapun yang terkait dalam perkara itu harus menerima apapun putusan Majelis Hakim MK nantinya. Tak terkecuali pihak Mut sendiri sebagai Pemohon.

"Itu kan hak dia di dalam negara hukum kita ini. Tapi biar bagaimanapun kita hormati putusan hakim (MK) nantinya.‎ Ya di mana-mana, apapun putusan hakim pasti ada yang senang ada yang tidak senang," kata dia.‎

Namun begitu, Ridwan enggan mengomentari mengenai materi uji materi itu. Terutama‎ terkait dengan kasus yang menimpa Mut. Mengingat, proses uji materi sudah berjalan di MK.

"Saya sendiri tidak punya kapasitas mengomentari proses yang tengah berjalan," ujar dia.

Ihwal Uji Materi UU MA

Mantan karyawati salah satu bank di Lampung, Mut mengajukan uji materi Pasal 32A ayat 1 UU Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Pasal 39 ayat 3 UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ke Mahkamah Konstitusi (MK). Uji materi itu diajukan Mut lantaran Badan Pengawas (Bawas) MA mengeluarkan putusan yang berbeda dengan rekomendasi Komisi Yudisial (KY) terhadap pelanggaran kode etik hakim berinisial MH.

Hakim yang bertugas di pengadilan di Lampung itulah yang membohongi dan menghamili Mut. Karena ingkar janji untuk menikahi, Mut melaporkan MH ke KY dan MA pada tahun lalu. Namun, putusan non palu selama 2 tahun terhadap MH yang dikeluarkan Bawas MA berbeda dengan rekomendasi KY yang merekomendasikan pemecatan.

Perbedaan putusan itu yang membuat Mut mengajukan uji materi ke MK. Mut yang kini sudah melahirkan anak dari MH itu, meminta MK menyatakan Pasal 32A ayat 1 UU MA dan Pasal 39 ayat 3 UU Kekuasaan Kehakiman itu bertentangan dengan UUD 1945.

Mut menganggap, norma yang terkandung dalam pasal-pasal yang digugatnya itu bertentangan dengan konstitusi, lantaran dalam Pasal 24B ayat 1 UUD 1945 disebutkan, hanya KY yang berwenang mengawasi hakim, bukan MA.‎

Komisioner Komisi Yudisial Imam Anshari Saleh menyatakan, sekalipun ada 2 putusan sanksi berbeda, MA tetap wajib menjalankan rekomendasi KY. Yakni menggelar sidang MKH dan pemberian sanksi pemecatan terhadap MH. Hal itu sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY.

"Sebenarnya kalau ada perbedaan sanksi harusnya tetap MKH. Entah kenapa MA tidak menaati UU Nomor 18 Tahun 2011 itu," ucap Imam. (Mvi/Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya