Menelisik Prostitusi Online di Balik Pembunuhan @tataa_chubby

Sebut saja namanya Desi yang sudah bergelut di bisnis ini melalui Twitter. Saat calon pelanggan tertarik, negosiasi dilanjutkan melalui sms.

oleh Liputan6 diperbarui 15 Apr 2015, 15:56 WIB
(Liputan 6 TV)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus Deudeuh Alfi Sahrin (27) atau @tataa_chubby yang ditemukan tewas di kamar kosnya, Jalan Tebet Utara 1, Nomor 15 C, Tebet, Jakarta Selatan pada Sabtu 11 April malam menguak adanya bisnis prostitusi di media sosial ke ruang publik.

Sebut saja namanya Desi yang sudah 1 tahun terakhir bergelut di bisnis ini melalui media sosial Twitter. Saat calon pelanggannya tertarik, negosiasi dilanjutkan melalui sms atau whatsapp.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Rabu (15/4/2015), Desi punya sejumlah aturan main, di antaranya mentransfer uang muka sebesar Rp 200 ribu. Bila sepakat transaksi akan dilakukan di apartemen desi di kawasan Jakarta Selatan tempat ia tinggal.

Disadari Desi profesi ini tergolong penuh risiko, dimana ia harus bertemu dengan orang yang baru dikenal. Seperti halnya Deudeuh yang tewas dibunuh di kamar kosnya oleh pelanggan. Meski begitu kasus ini tidak membuat Desi menutup diri dari penawaran yang terus berdatangan.

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menilai bisnis seks melalui media sosial seharusnya menjadi perhatian pemerintah sebagai salah satu bahaya baru bagi masyarakat.

"Karena ini pemasaran dengan harga Rp 0, bisa digunakan siapa saja, dengan perluasan yang sedemikian masiv maka kebahayannya luar biasa," ungkap Reza.

Bisnis prostitusi melalui media sosial sebenarnya sudah lama terjadi. Kasus Deudeuh Alfi Sahrin yang diduga tewas dibunuh pelanggannya di kostannya, sekaligus menjadi tempatnya bertransaksi seks menguak fenomena ini ke ruang publik.

Media sosial seperti pisau bermata dua, bisa digunakan untuk mengajak pada kebaikan tapi juga dapat dimanfaatkan kelompok teroris hingga bisnis esek-esek. (Mar/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya