Ekonomi China Lesu, Ekspor Minyak Goreng RI Bakal Terganggu

Ekspor minyak goreng Indonesia ke China, India, dan Eropa dapat mencapai US$ 20 miliar per tahun.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 15 Apr 2015, 15:44 WIB
Minyak

Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi China diprediksi melambat pada 2015. Ekonomi negara raksasa di Asia tersebut diperkirakan hanya tumbuh 7 persen. Kondisi tersebut akan berdampak lesu bagi ekspor komoditas Indonesia, seperti batu bara dan minyak goreng.

Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo mengungkapkan, Indonesia mengandalkan ekspor batu bara dan minyak goreng ke China selama ini. Ekspor minyak goreng Indonesia ke Negeri Tirai Bambu mencapai 50 persen.

"Ekspor minyak goreng kita ke China, India dan Eropa yang angkanya bisa mencapai US$ 20 miliar per tahun, bakal terganggu karena perekonomian negara tersebut sedang melemah, khususnya China," jelas dia saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, Rabu (15/4/2015).

Dari data BPS, surplus neraca perdagangan komoditas minyak goreng sepanjang 2014 menembus angka US$ 19,92 miliar. Ekspor mencapai US$ 19,95 miliar dan impor senilai US$ 138,37 juta.

Sementara realisasi ekspor minyak goreng periode Januari-Maret 2015 sebesar US$ 4,35 miliar dan impor US$ 11,73 juta. Sehingga terjadi surplus neraca perdagangan minyak goreng kurun waktu tiga bulan pertama ini sebesar US$ 4,34 miliar.  

Lebih jauh Sasmito menuturkan, para eksportir Indonesia selalu berada di pasar dunia demi menjaga pangsa pasar, meski China dan sejumlah negara lain tengah mengalami perlambatan ekonomi.

"Volume ekspor mereka naik dan cenderung tidak berubah banyak. Tapi mereka terpaksa jual murah. Lama-lama tidak mungkin juga jual murah, sehingga diharapkan harga bisa naik seiring kenaikan permintaan dari negara lain," terang dia.

Salah satunya, kata Sasmito, pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang sudah mulai meningkatkan permintaan ekspor. Sebagai contoh, ekspor tekstil, sepatu dan lainnya.

Terbukti, pangsa pasar ekspor Indonesia terbesar, kata dia, ke Amerika Serikat (AS) senilai US$ 3,78 miliar atau 11,31 persen. Lalu ke Jepang senilai US$ 3,56 miliar atau 10,66 persen dan China US$ 3,13 miliar atau 9,37 persen. Ekspor non migas ke Uni Eropa US$ 3,64 miliar atau 10,89 persen.

"Ini menandakan bahwa ekonomi AS membaik sehingga permintaan ekspor ke Indonesia meningkat. Karena sudah lama tidak nomor satu," ucap Kepala BPS Suryamin. (Fik/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya