Liputan6.com, Jakarta - Pintu kamar nomor 2 dibuka setengah siang tadi. Dari celah yang terbuka tampak ruangan bercat biru dengan seorang pria terbaring di ranjang.
Lengannya diperban hingga ke punggung kanan. Dia juga tak leluasa bergerak karena lehernya disangga.
Advertisement
"Sedang tidur dianya. Nggak kenapa-kenapa, hanya melepuh 11%," kata pria berseragam loreng, Kolonel Agung di ruang inap Dirgantara lantai 3 Rumah Sakit Angkatan Udara Esnawan Antariksa, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (16/4/2015).
Dia lalu menyapa pria yang tengah terbaring itu. "Man?" sapa Agung.
Menyadari namanya dipanggil, pria berbaju pasien itu pun menjawab, "Siap!"
Tak lama pintu ditutup kembali. Agung, pria tegap itu memilih untuk menunggu di luar kamar. Seolah ingin memastikan tak ada yang bisa sembarangan masuk ke ruang tersebut.
Letkol Penerbang Firman Dwi Cahyono, nama pasien yang tengah terbaring di dalam ruangan itu. Dia menderita luka bakar 11% setelah pesawat jet tempur F-16 yang dipilotinya meledak dan terbakar di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta pukul 08.20 WIB.
Pesawat hibah dari Amerika Serikat tersebut rencananya akan digunakan untuk pengamanan Konferensi Asia Afrika (KAA) sebelum bermanuver di hadapan Presiden Jokowi.
Pesawat tempur F-16 dengan nomor pesawat TS-1643 gagal take off di ujung runway Bandara Halim Perdanakusuma. Dan mengalami lepas roda di bagian kiri serta kebakaran mesin. Beruntung Firman selamat.
"Sekitar jam setengah 9 tadi pesawat gagal take off karena tiba-tiba muncul api. Tidak ada korban jiwa dalam insiden ini, pilot selamat," kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (AU) Marsekal Hadi Tjahjanto kepada Liputan6.com.
Firman bukanlah pilot sembarangan. Ia salah satu penerbang terbaik yang dimiliki oleh TNI AU. Hal ini diakui langsung oleh Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriyatna.
"Penerbang Firman ini penerbang murid saya juga. Waktu itu saya komandan skuadron di Yogya (Lanud Adisutjipto, Yogyakarta). Dia penerbang kedua terbaik," ujar Agus.
Agus mengatakan, saat melihat ada masalah dalam mesin pesawat, Firman langsung bermanuver mengarahkan burung besi itu ke wilayah yang jauh dari permukiman.
Keandalan Firman di bidang dirgantara terekam lewat situs taruna-nusantara-mgl.sch.id.Diceritakan, sejak kecil Firman memang bercita-cita sebagai pilot. Bahkan ia menjadi lulusan terbaik di SMA Taruna Nusantara, Magelang.
Maskapai Garuda Indonesia juga memberikan kesempatan beasiswa padanya untuk ikut sekolah penerbang. Tawaran tersebut diberikan kepada 9 siswa terbaik SMA Taruna Nusantara untuk di sekolahkan pilot di Selandia Baru.
Walau dibesarkan dari keluarga TNI Angkatan Laut (AL), namun hati kecilnya tetap ingin menjadi pilot di jajaran TNI AU. Meski sudah dilarang sang ibunda, Firman tetap menuruti kata hatinya. Dia lalu ikut seleksi AKABRI dan lulus di TNI AU.
Ayah dari M Yudistira AP, M Bima AP dan Annisa Ayu AP tersebut, merupakan alumnus Akademi Angkatan Udara (AAU) tahun 1996. Di tahun itu pula, karier suami dari Deasy di TNI Angkatan Udara bermula.
Ketika lulus Sekolah Penerbang angkatan 56 tahun 1998, pria kelahiran di Surabaya tahun 1974 itu, langsung menjadi penerbang tempur di Skuadron Udara 3 Lanud Iswahjudi. Ia kemudian diangkat menjadi perwira menengah TNI AU dan penerbang pesawat tempur F-16 Fighting Falcon yang memiliki callsign ‘Foxhound’.
Firman pun dipercaya menjadi Komandan Skadron Udara 3 Lanud Iswahyudi yang juga merupakan markas pesawat buru sergap andalan TNI AU F-16. Ia adalah Komandan pertama Skuadron Udara 16 yang mengoperasikan pesawat F-16 C/D.
Perwira jebolan postgraduate program atau S2 dari University of New South Wales Australia tahun 2011 ini, sejak 3 Desember 2014 menjabat sebagai Komandan Skuadron Udara 16 di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru. Saat itu dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada 20 Agustus 2014, dilansir dari situs tni-au.mil.id, dia berhasil mencatatkan rekor meraih 2.000 jam terbang mengudara dengan pesawat jet tempur F-16.
Pesawat Bekas
Kecelakaan yang diklaim pertama terjadi ini menjadi perhatian Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pria yang karib disapa JK itu meminta TNI AU menyelidiki penyebab terbakarnya jet tempur F-16.
Menurut JK, insiden seperti ini bisa terjadi karena 2 faktor. Yakni kelalaian manusia atau kerusakan mesin. Dia mengingatkan, jet tempur tersebut merupakan hibah dari Amerika Serikat yang diterima pemerintah Indonesia pada 2 Juli 2014 lalu dan sudah berumur 35 tahun.
"Ini kan hibah. Kan tidak semua sempurna. Lihat Airbus kena, Boeing kena. Ya namanya buatan manusia tidak sempurna," tutur JK.
Hal ini pun disepakati oleh KSAU Marsekal TNI Agus Supriatna. Meski nihil korban jiwa, insiden ini dijadikannya sebagai pelajaran berharga.
Untuk mencegah terulangnya insiden tersebut, TNI AU pun akan lebih memilih membeli pesawat baru. Meskipun jet tersebut sebenarnya merupakan hasil daur ulang atau refurbished.
Upgrade pesawat F-16 C/D 25 itu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan menjadi setara dengan F-16 block 50/52, meliputi rangka pesawat diperkuat, kokpit diperbarui, jaringan kabel dan elektronik baru dipasang, semua sistem lama di-recondition atau diganti menjadi baru dan mission computer canggih baru sebagai otak pesawat ditambahkan agar lahir kembali dengan kemampuan jauh lebih hebat dan ampuh.
"Apakah akan beli lagi yang bekas? Kita akan membeli pesawat yang baru, jangan sampai beli lagi F-16 yang bekas," ucap Agus. Dia mengaku berencana membeli jet baru F-16 dengan tipe 70 Viper. Pilihan lainnya adalah Jet Sukhoi Su-35. (Ndy/Ans)