Ahok: Tidak Minum Bir, Bukan Berarti Saya Mesti Tutup Pabriknya

Gubernur DKI Jakarta Ahok mengatakan, para pengusaha minuman beralkohol tetap ingin bisa menjual dagangannya di Jakarta.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 17 Apr 2015, 17:59 WIB
Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama melihat kondisi tembok di sekitar kawasan pasar Tanah Abang, Jakarta, Rabu (15/4). Ahok berjalan kaki dari Stasiun Tanah Abang menuju Pasar Blok G untuk mengecek kondisi trotoar jalan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Aturan pelarangan penjualan minuman beralkohol atau bir di minimarket mulai menuai kontroversi. Asosiasi pengusaha penjual minuman alkohol, meminta kebijakan agar bisa menjual minuman di lokasi tertentu.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memiliki pandangan terkait permasalahan ini. Menurut dia, aturan minuman beralkohol atau bir hanya masalah pengaturan lokasi penjualan. Jadi tidak perlu dipertajam masalahnya, apalagi menghubungkan ke agama.

"Maksud saya jangan memperuncing ke arah agama akhirnya," ujar Ahok di Balaikota, Jakarta, Jumat (17/4/2015).

Ahok mengatakan, para pengusaha minuman beralkohol tetap ingin bisa menjual dagangannya di Jakarta. Mereka minta ditentukan wilayah khusus penjualan minumam beralkohol, sehingga tidak beredar bebas seperti biasa.

Lebih Jelas

Tapi Ahok menilai, seharusnya peraturan tidak dibuat setengah-setengah. Kalau pun mau dilarang, sekalian saja ditutup pabrik produksi minuman beralkohol. Hanya, pelarangan total itu tidak mungkin terjadi.

"Terus juga nggak lucu kita membagi. Nanti Bali boleh beberapa titik, nanti Manado boleh. Lama-lama gitu loh. Ini negara, negara NKRI. Pancasila dan UUD 45," imbuh mantan politisi Partai Golkar dan Gerindra itu.

Sama halnya dengan rokok, menurut Ahok, sejauh ini sudah banyak aturan pelarangan rokok di berbagai lokasi. Tapi bukan berarti pabrik rokok juga ditutup. Sulit kalau semua hal dikaitkan dengan agama.

"Saya juga masih makan babi. Masa semua babi mesti dimusnahkan? Kita belajar operasi juga dari babi. Maksud saya mesti jelas gitu loh, bukan berarti lalu melarang babi. Kalau babi gelantungan yah kamu jangan beli," tegas Ahok.

Karena itu, kata Ahok, ketegasan dan kejelasan aturan pelarangan penjualan minuman beralkohol atau bir di minimarkat sangat penting. Sehingga tidak muncul banyak persepsi dari aturan ini.

"Kalau bir, saya nggak minum. Saya juga bukan tukang minum alkohol, saya nggak ngerokok. Tapi bukan berarti karena saya nggak, saya mesti tutup. Hal-hal ini yang mesti jelas," pungkas Ahok.

Permendag Pelarangan Minuman Beralkohol

Kementerian Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol.  Aturan ini merupakan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 290 Tahun 2014 tentang hal yang sama.

Kementerian Perdagangan merevisi Pasal 14 yang lama. Di sana menyebutkan minimarket dan pengecer bisa menjual minuman dengan kadar alkohol di bawah 5 persen atau jenis bir. Sedangkan Pasal 14 dalam Permendag yang baru menghilangkan minimarket dan pengecer, artinya minimarket dan pengecer dilarang memperjualbelikan minuman ini.

Secara umum aturan dalam Permendag sebelumnya masih sama, di antaranya mengatur usia pembeli harus di atas 21 tahun atau menunjukkan kartu identitas.

Namun ada pengecualian larangan penjualan minuman beralkohol atau bir khusus untuk wilayah Bali. Di provinsi ini hanya akan ada 16 kawasan pariwisata yang mendapat perkecualian dari peraturan itu. (Rmn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya