Penunjukan Langsung Proyek 35 Ribu MW Melegalkan Korupsi

Proyek yang boleh dilakukan penunjukan langsung yaitu pekerjaan pengadaan dan penyaluran benih unggul.

oleh Septian Deny diperbarui 19 Apr 2015, 11:05 WIB
PLTGU Tanjung Priok menjadi salah satu pembangkit listrik untuk mengatasi krisis listrik di Jawa yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2017, Jakarta, Kamis (4/9/2014) (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Proyek pembangunan pembangkit listrik dengan kapasitas 35 ribu megawatt (MW) untuk periode 2015 hingga 2019 yang menjadi target pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai syarat akan potensi kecurangan. Pasalnya, dalam proses pengadaan barang dan jasa, pemerintah bisa menjalankan mekanisme penunjukan langsung.

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yenny Sucipto mengatakan, target elektrifikasi pemerintah memang harus diapresiasi. Pasalnya, dengan peningkatan sumber daya listrik yang ada akan mendorong pembangunan ekonomi yang bisa berdampak kepada kesejahteraan masyarakat. Namun, Fitra menilai cara yang ditempuh untuk mencapai target yang ambisius tersebut tidak wajar.

"Proses pengadaan barang dan jasa melalui mekanisme penunjukan langsung merupakan celah terjadinya kongkalikong Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan investor, ataupun elit politik dengan elit bisnis. Pada tahun ini dari 16 jenis penunjukan langsung, 8 jenis diantaranya dilakukan untuk proyek di Sulawesi," ujarnya di Kantor Fitra, Jakarta, Minggu (19/4/2015).

Menurut dia, penunjukan langsung yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) ini didasari atas aturan kilat yang dibuat oleh pemerintah yaitu Peraturan Menteri (Permen) Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 3 Tahun 2015 tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik dan Harga Patokan Pembalian Tenaga Listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG dan PLTA oleh PLN melalui Pemilihan Langsung dan Penunjukan Langsung. 

Permen ESDM Nomor 3 Tahun 2015 tersebut bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010, Perpres Nomor 35 Tahun 2011, Perpres Nomor 70 Tahun 2012 dan Perpres Nomor 4 Tahun 2015 yang semuanya berkaitan mengenai pengadaan barang dan jasa. "Ini tidak boleh melabrak aturan diatasnya. Menurut kami ini berarti melanggar," lanjutnya.

Yenny menjelaskan, proyek yang boleh dilakukan penunjukan langsung yaitu pekerjaan pengadaan dan penyaluran benih unggul yang meliputi benih padi, jagung, kedelai serta pupuk yang meliputi urea, NPA, dan ZA kepada petani dalam rangka menjamin ketersediaan benih pupuk secara tepat dan cepat untuk pelaksanaan peningkatan ketahanan pangan.

"Jadi bukan pengadaan infrastruktur kelistrikan," kata dia.

Oleh sebab itu, Permen ESDM Nomor 3 Tahun 2015 ini dinilai berpotensi melegalkan praktek korupsi dalam proses penunjukan langsung di lingkungan PLN.

"Seperti beberapa waktu lalu Kejaksaan Agung menghentikan perkara dugaan kasus korupsi yang menjerat Mantan Direktur Utama PLN Nur Pamudji dalam perkara korupsi terkait dugaan penunjukan langsung dalam proyek pengadaan flame tube GT 1.2 Pembangkit Sumatera Bagian Utara sektor Belawan," tandasnya. (Dny/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya