Liputan6.com, Jakarta - Pengamat politik Margarito Kamis yang dihadirkan kubu Golkar Aburizal Bakrie atau Ical sebagai saksi dalam sidang lanjutan gugatan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menhumkam) menyayangkan campur tangan Menteri Yasonna H Laoly tentang keabsahan kepengurusan partai berlambang pohon beringin itu di bawah kepemimpinan Agung Laksono.
Menurut Margarito, sifat keputusan Mahkamah Partai Golkar belum mencapai inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
Ia pun menilai kuasa hukum Menkumham, OC Kaligis, mengintervensi dirinya yang sedang memberi kesaksian di hadapan majelis hakim.
"Feeling intelektual saya mengatakan pertanyaan (tim kuasa hukum) tergugat menjebak. Mereka tarik saya kepada pernyataan 'Ada putusan, ada putusan (Mahkamah Partai tentang keabsahan kubu Agung Laksono)'," jelas Margarito usai memberi kesaksian di ruang sidang Kartika, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur, Senin (20/4/2015).
Kendati demikian, imbuh Margarito, ia tidak terjebak. "Bagi saya putusan (Mahkamah Partai Golkar) itu ada kalau sudah menyatakan menang atau kalah."
Mengambil istilah 'draw' dalam pertandingan, Margarito mengatakan saat ini perolehan nilai kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono imbang, 2-2 karena hakim Mahkamah Partai tak memutuskan secara tegas siapa yang memenangkan sengketa kepemimpinan partai tertua di Indonesia ini.
"Keadaan ini seperti pertandingan sepakbola, skor draw 2-2 (untuk kubu Ical dan Agung Laksono). MPG tidak memenangkan semua pihak," ujar dia.
Karena keputusan Mahkamah Partai Golkar dinilai gamang, maka Margarito berpendapat keabsahan kubu Agung melalui SK Menkumham berpotensi batal demi hukum.
"Menurut saya Menkumham tidak bisa memberi SK, karena diktum dari hukum itu (keputusan MPG) harus mengandung pernyataan jelas dan satu kehendak, menolak atau menerima," pungkas Margarito Kamis.
Menkumham Dinilai Terburu-buru Ambil Putusan...
Menkumham Dinilai Terburu-buru Ambil Putusan
Menkumham Dinilai Terburu-buru Ambil Putusan
Ahli hukum tata negara Andy Irman Putra Sidin menilai Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengenai pengesahan Partai Golkar kubu Agung Laksono terlalu cepat.
Menurut dia, akan lebih bijak bila Yasonna mempelajari terlebih dahulu pokok persoalan yang mendera partai berlambang pohon beringin itu. Akibat dari keputusannya, publik jadi meragukan integritas Yasonna sebagai menteri.
"Jika putusan itu tetap dipaksakan maka itu pasti akan membuat lembaga itu goyah, syarat formilnya harus dilakukan dalam memutuskan perkara," terang Irman saat menjadi saksi kedua dari Golkar kubu Aburizal Bakrie di persidangan lanjutan gugatan SK Menkumham Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Timur, Senin (20/4/2015).
Akibat lainnya, imbuh Irman, berimbas pada anggota partai Golkar kubu Agung Laksono yang serta merta menelan SK Menkumham sebagai alasan kemenangan kubunya. Hal ini juga dinilai menimbulkan kesesatan pemahaman tentang keputusan Mahkamah Partai.
"Nampaknya sebagian orang terpengaruh hanya karena dalam paragraf terakhir dalam putusan itu yang dijadikan dalil mereka. Padahal dari situ, MPG (Mahkamah Partai Golkar) tidak mengambil keputusan dalam konflik itu," urai dia.
Irman pun menafsirkan bahwa dalam amar putusan Mahkamah Partai, tidak disebutkan secara tegas bahwa kubu Aburizal Bakrie melaksanakan munas secara tidak demokratis, aspiratif dan transparan. Menurut pemahamannya, hakim Mahkamah Partai menilai bahwa Munas Bali belum maksimal menjalankan nilai-nilai demokrasi.
"Jangan dipahami seakan tidak demokratis, hanya saja tujuan belum maksimal atau belum sesuai harapan. Untuk demokratis 100% sulitlah. Tapi kalau ilegal atau tidak ilegal hakim MPG (Mahkamah Partai Golkar) menyatakan munas itu legal atau sah," pungkas Irman Putra Sidin. (Ans)
Advertisement