Liputan6.com, Jakarta - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di ibukota Yaman, Sanaa terkena ledakan bom. Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais pun buka suara menanggapi musibah tersebut.
Hanafi menilai, momen Konferensi Asia-Afrika (KAA) ke-60 yang sedang berlangsung di Indonesia perlu dimanfaatkan untuk menyerukan perdamaian di Yaman.
Advertisement
"Mumpung ada KAA, dapat dijadikan momentum tepat untuk Indonesia mengajak seluruh negara yang hadir, agar mengajak Arab Saudi dan koalisinya menghentikan pemberontakan atau perang agar tdak terjadi jatuhnya korban sipil," kata Hanafi, di Jakarta, Selasa (21/4/2015).
"Perang itu harus dihentikan, dan mulai mengedepankan upaya diplomasi serta negoisasi dibandingkan perang," tambah dia.
Wakil Ketua Umum PAN itu juga mendukung kecaman yang dilayangkan Kementerian Luar Negeri Indonesia. Ia menjelaskan ledakan yang terjadi di KBRI itu melanggar kedaulatan Indonesia.
"Artinya soal KBRI yang dibom itu jelas melanggar kedaulatan Indonesia, karena KBRI di manapun berlaku hukum Indonesia, dan itu yang di rusak oleh Arab dan koalisinya," ujar Hanafi.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia secara resmi mengecam keras insiden ledakan di KBRI Yaman. "Kemlu mengecam keras serangan bom yang terjadi di Yaman pada 20 April 2015 pukul 10.45 waktu setempat," demikian menurut keterangan pers Kemlu yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Senin 20 April lalu.
Pemerintah Indonesia menegaskan, bahwa pengeboman ini merupakan bukti bahwa penyelesaian masalah melalui kekerasan hanya akan menimbulkan korban warga tak bersalah.
Sebelumnya, pihak KBRI di Sanaa menyebutkan ada 2 staf yang luka ringan.
"Bom itu mengakibatkan dua korban luka ringan, sementara beberapa staff KBRI lainnya menyelamatkan diri di kediaman Duta Besar RI di Sanaa," ujar Kepala Sub Direktorat Repatriasi dan Bantuan Sosial Kementerian Luar Negeri RI Aji Surya.
Aji menambahkan, bom tersebut menghancurkan 90 persen Gedung KBRI di Sanaa.
Yaman terus bergejolak setelah kelompok milisi Houthi, yang berjuang untuk mendapatkan peningkatan otonomi di Provinsi Saada, melancarkan pemberontakan secara berkala sejak 2004.
Aksi mereka yang paling signifikan terjadi sejak Juli 2014. Pada September 2014, mereka menguasai Ibukota Sanaa, menyandera staf kepresidenan, dan menembaki kediaman Presiden Abdu Rabuh Mansour Hadi. (Tnt)