Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Susi Pudjiastuti menyatakan Koordinator Pos Pengawas Sumber Daya Kelauatan dan Perikanan (PSDKP) Kepulauan Aru Yoseph Sairlela punya peran untuk menguak kasus perbudakan dan pencurian ikan PT Pusaka Benjina Resources (PBR).
Yoseph Sairlela ditemukan tewas pada Sabtu 18 April 2015 di Hotel Treva Cikini, Jakarta. "Tapi dia tahu banyak tentang Benjina," kata Susi dalam pesan singkat yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Selasa (21/4/2015).
Susi mengaku tak mengetahui secara jelas alasan kedatangan dia di Jakarta. Ditanya, apakah kedatangan Yoseph untuk penyelidikan Benjina Susi pun membantah hal tersebut. "Tidak," ujarnya.
Sebelumnya Susi mengatakan pemerintah Indonesia akan serius menyegel hasil perikanan dari PBR dan bakal menutup operasi PBR di Tanah Air. Dia mengungkapkan, PBR tercatat sebagai perusahaan asing dan masuk kategori Penanaman Modal Asing (PMA). Perusahaan asal Thailand ini mempunyai 29 kapal (eks kapal Thailand) yang dijadikan Antasena di Indonesia.
"Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) kapal-kapal PBR saja berbeda, di kami 101 dan versi lain 96. Belum lagi ratusan duplikat-duplikat. Tapi di kami, semua SIPI sudah tidak lagi, tinggal Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP)-nya," papar dia.
Penerbitan maupun pencabutan SIUP PBR, kata Susi merupakan wewenang dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Pihaknya mengaku akan segera melayangkan surat agar BKPM mencabut izin usaha PBR di Indonesia.
"Kami akan kirim surat untuk menutup, atau mencabut SIUP mereka. Jika kepolisian sudah masuk, kami akan minta imigrasi untuk mencekal dan sebagainya," tegasnya.
Dia menjelaskan, telah menggelar rapat dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan serta Kepolisian untuk menyegel hasil tangkapan ikan dari kapal PBR.
"Kami akan pakai Undang-undang Perikanan supaya kapal ikan mereka disegel dan hasil perikanannya disita. Ini juga permintaan kami ke Presiden," ujar Susi.
Terkait suap yang dilakukan PT Pusaka Benjina Resources kepada pejabat secara rutin, Susi bilang, bukan menjadi alasan bagi perusahaan ini untuk bebas dari kasus perbudakan. Pemerintah Indonesia tidak boleh membenarkan aktivitas perbudakan tersebut.
"Soal suap tentu akan disiplinkan atau tindak tegas, tapi bukan berarti kami membiarkan perbudakan itu," tandas dia.(Amd/Ndw)
Advertisement