Liputan6.com, Jakarta - Peringatan 60 Tahun Konferensi Asia-Afrika yang digelar di Jakarta dan Bandung sepanjang pekan ini ternyata tidak sekadar menjadi ajang kumpul-kumpul atau bernostalgia negara-negara di Asia dan Afrika. Khusus bagi Indonesia, kegiatan ini dengan tepat juga diposisikan untuk memperlihatkan sikap tegasnya dalam sejumlah isu internasional.
Misalnya dalam isu konflik Israel-Palestina, ketegasan Indonesia cukup membuat kaget banyak pihak lantaran keberaniannya. Seperti diungkapkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi usai menggelar pertemuan bilateral dengan PM Palestina Rami Hamdallah.
"Yang paling penting yang ingin kita sampaikan, tadi saya sampaikan ke Perdana Menteri bahwa Palestina adalah satu-satunya negara yang masih dalam penjajahan, masih dalam posisi dijajah dan saatnya sekarang harus diakhiri," sebut Jokowi di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Selasa (21/4/2015).
Untuk itu, Jokowi meminta agar ada pertemuan terkait kemerdekaan Palestina pasca-KAA. Pertemuan itu ditunjukkan agar kemerdekaan Palestina bisa terwujud dengan konkret usai digelarnya [Peringatan ke-60 KAA di Jakarta]( 2217410 "").
Tidak sekadar mengumbar dukungan untuk Palestina yang merdeka, Jokowi juga membuka kemungkinan terhadap hubungan diplomatik yang lebih konkret dengan negara itu.
"Kita tadi juga minta persetujuan untuk pembukaan konsulat kehormatan Indonesia di Ramallah," ucap Jokowi.
Dia mengatakan, rencana tersebut mendapat dukungan penuh dari sang Perdana Menteri. Bahkan segala upaya pembukaan konsulat ini akan dibantu oleh Otoritas Palestina.
"PM (Hamdalla) menyampaikan (pembukaan konsulat kehormatan) didukung dan itu akan mempermudah," sambung Jokowi.
Di samping pembukaan Konsulat Kehormatan, Jokowi memastikan dukungan Indonesia pada Palestina tidak hanya sampai kemerdekaan negara tersebut. Indonesia juga akan mendukung penuh masuknya Palestina sebagai anggota Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
Selain itu kedua kepala pemerintahan juga sepakat memperkuat kerja sama di bidang ekonomi. Penguatan itu dapat diwujudkan dengan peningkatan nilai perdagangan serta pembebasan pajak barang Palestina yang akan masuk ke Tanah Air.
"Palestina minta perdagangan Indonesia-Palestina itu diperbesar, tetapi ada permintaan agar diberikan pembebasan pajak untuk barang-barang dari Palestina. Ini masih dalam kajian. Kalau bisa diberikan insentif pajak, itu akan bisa masuk ke Indonesia," ujar Jokowi.
Sepakat Dukung Palestina
Dukungan untuk Palestina serta menjadikannya sebagai salah satu isu utama dalam Peringatan 60 Tahun KAA ini bukan sesuatu yang tiba-tiba. Jauh sebelum acara ini digelar, Indonesia sudah menegaskan bahwa pokok bahasan tentang kemerdekaan Palestina harus masuk dalam agenda.
Penanggung Jawab Panitia Nasional Peringatan 60 Tahun KAA Luhut Pandjaitan jauh sebelumnya mengatakan bahwa Indonesia akan menggalang deklarasi dukungan penuh bagi kemerdekaan Palestina dalam ajang KAA nantinya.
Luhut mengatakan, dari 109 negara di Asia dan Afrika, tidak semua mendukung kemerdekaan Palestina. Karena itu, Pemerintah RI akan mendorong peserta KAA yang hadir, agar turut mendukung deklarasi tersebut.
"Kementerian Luar Negeri kita masih melobi itu. Mudah-mudahan bisa kita capai," ujar Luhut di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa 31 Maret lalu.
Luhut menjelaskan, hingga saat ini draf dukungan Palestina merdeka masih dibahas perwakilan Indonesia di New York. "Saya belum tahu perkembangan terakhir. Tapi itu menjadi usulan dari pemerintah Indonesia dan itu janji Presiden."
Sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, kata Luhut, Indonesia mempunyai arti penting bagi Palestina. Seperti komitmen Jokowi sejak awal menjadi Presiden, Pemerintah RI akan terus mendorong deklarasi ini, agar Palestina menjadi negara merdeka dan masuk anggota PBB.
"Dan itu saya pikir, sangat penting untuk kita dorong mengenai kemerdekaan Palestina dan dukungan penuh Palestina masuk PBB," tegas Luhut.
Terbukti, di hari pertama Peringatan 60 Tahun KAA, pertemuan pejabat dan diplomat senior (SOM) langsung membahas outcome document soal dukungan kemerdekaan Palestina. Pembahasan dokumen tersebut dalam level SOM akhirnya mencapai kata sepakat.
Direktur Jenderal Asia Pasifik Afrika Kementerian Luar Negeri RI Yuri Thamrin mengatakan perundingan dukungan kemerdekaan Palestina di KAA berjalan lancar.
"Dukungan terhadap Palestina itu kan besar. Jadi lebih mudah untuk menyepakati dokumen. Jadi dukungan lebih besar," kata Yuri di JCC Senayan, Jakarta, Minggu 19 April 2015.
"Kita menyampaikan rasa bangga akan soliditas Palestina yang tetap teguh menghadapi berbagai cobaan," tutur dia.
Dengan adanya dokumen dukungan Palestina ini, Yuri mengharapkan langkah Palestina menjadi negara berdaulat penuh semakin mulus. Jika hal itu berjalan sesuai rencana, keanggotaan Palestina di PBB pun akan dapat terwujud.
"Kita harap bahwa Palestina akan menjadi anggota PBB," sebut dia.
"Kita mendorong [negara-negara Asia-Afrika]( 2216526 "") yang melakukan pengakuannya, memberikan pengakuannya kepada Palestina," pungkas Yuri.
Amerika Kaget, Palestina Berterima Kasih
Bagi Palestina, dukungan ini jelas sesuatu yang menggembirakan. Sebaliknya, sejumlah pihak mengaku terkejut dengan upaya serta ketegasan Indonesia menyangkut posisi Palestina di dunia internasional. Bahkan, negara sekelas Amerika Serikat pun tak kalah kaget.
Luhut mengaku dirinya sudah menyampaikan komitmen pemerintah Indonesia yang akan menggalang dukungan bagi kemerdekaan Palestina kepada Penasihat Keamanan Presiden AS, Susan Rice saat melakukan kunjungan ke Gedung Putih, mewakili pemerintah Indonesia beberapa minggu sebelum penyelenggaraan KAA.
"Kepada beliau (Susan Rice), saya nyatakan bahwa Indonesia punya sikap ingin melihat Palestina merdeka," ucap Luhut.
Luhut melihat ekspresi kaget di wajah Susan Rice mendengar penegasan itu. Maklum saja, Amerika hingga saat ini belum mengakui Palestina sebagai negara yang merdeka sepenuhnya.
Kepada Rice, Luhut bahkan menyampaikan komitmen pemerintah Indonesia untuk meningkatkan hubungan diplomatik dengan membuka kantor Kedutaan Besar Indonesia di Kota Ramalah yang berada di wilayah Tepi Barat Palestina.
"Reaksi Susan Rice saat itu terkejut karena Amerika tidak mengakui adanya Palestina. Tapi saya katakan bahwa itulah sikap dari Presiden Joko Widodo untuk Palestina. Supaya Anda tidak kaget, kami akan mendukung Palestina menjadi anggota PBB dan ingin membuka Kedutaan di Ramallah," ujar Luhut menceritakan pertemuannya dengan Susan Rice.
Selain itu, Luhut juga menyampaikan keinginan pemerintah Indonesia menjadi penengah dalam berbagai konflik yang selama ini terjadi di wilayah Timur Tengah. salah satu upaya tersebut, dengan menggelar pertemuan antar negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dalam forum KAA.
"Presiden Joko Widodo bahkan berencana memobilisasi pertemuan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di sela perhelatan itu. Dalam kesempatan itu Indonesia sebagai tuan rumah, akan memimpin pembahasan untuk mendamaikan konflik di Timur Tengah, termasuk yang kini melanda Yaman dan Suriah," kata Kepala Staf Kepresidenan itu.
Sementara Menteri Luar Negeri (Menlu) Palestina Riyad al-Maliki menanggapi gembira suara bulat yang diambil negara-negara Asia dan Afrika dalam pertemuan ini.
"Ini adalah mekanisme dukungan yang alami, kami tidak mengharapkan apa-apa. Yang kami harapkan adalah dukungan yang nyata dan bagi kami," kata dia di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Senin 20 April 2015.
Selain itu, hal lain yang sangat membanggakan Al-Maliki adalah dukungan yang muncul secara menyeluruh. Tak ada satu negara di KAA yang tidak mendukung Palestina untuk merdeka.
"Tidak, saya tidak melihat ada satu negara pun (yang tidak mendukung kemerdekaan Palestina)," ujar dia.
"Ada konsensus yang jelas dari para peserta kongres yang juga negara merdeka, dan anggota PBB bahwa masyarakat Palestina berhak mendapat kemerdekaan dan kebebasan," sambung dia.
Al-Maliki percaya, salah satu dasar kenapa negara Asia-Afrika mau datang ke KAA adalah untuk membahas Palestina. Sebab, isu tersebut sudah menjadi masalah bersama.
"Tak ada isu lain yang dapat membawa negara Asia dan Afrika berkumpul bersama selain isu kemerdekaan Palestina," papar Al-Maliki.
Yang jelas, secara khusus ucapan terima kasihnya disampaikan kepada Pemerintah Indonesia. Sebab, Al-Maliki menganggap dukungan itu adalah modal berharga demi mewujudkan kemerdekaan Palestina di masa mendatang.
"Terima kasih untuk Indonesia karena sudah memberikan dukungan yang sangat nyata bagi kemerdekaan kami," sebut dia.
"Kami adalah satu-satunya negara di dunia yang teritorinya masih di bawah penjajahan," tambah dia.
Menurut dia, dukungan dari Indonesia serta negara Asia-Afrika lain begitu penting. Sebab jika tidak di-support dan mendapat pengakuan, mereka masih akan terus terjebak dalam belenggu penjajahan.
Meski demikian, pasca-mendapat dukungan bukan berarti negaranya tinggal diam. Al-Maliki bahkan menyebut support tersebut justru membuat pekerjaan rumah mereka semakin menumpuk.
"Apa yang kami bisa lakukan sekarang adalah mengaplikasikan dukungan tersebut [ke aksi nyata]( 2216863 ""), kami senang mendengar dan melihat (dukungan) ini," tandas Al-Maliki.
Indonesia juga layak bersyukur atas mulusnya penggalangan dukungan untuk Palestina di ajang KAA ini. Sebab, seperti diungkap Sekjen PDP Hasto Kristiyanto, menjadikan Palestina sebagai negara merdeka merupakan utang sejarah dan politik yang harus dibayar Indonesia selaku pemrakarsa serta tuan rumah pertama KAA di tahun 1955.
"Sebab satu-satunya peserta KAA yang belum mencapai kemerdekaan secara penuh tinggal Palestina," tegas Hasto di Jakarta, Minggu lalu.
Ucapan Hasto ada benarnya. Kini, setelah puluhan negara satu suara mendukung kemerdekaan Palestina, bolehlah dikatakan kalau Indonesia melalui penggalangan suara dalam KAA ini sudah 'mencicil' utang itu.
Tinggal lagi bagaimana Indonesia melunasinya dengan memastikan bahwa dukungan terhadap Palestina tidak akan berakhir sebatas pernyataan di atas kertas, namun akan terus mengawal posisi Palestina hingga terwujudnya sebuah negara yang merdeka dan berdaulat di atas tanah Palestina. (Ado)
'Membayar Utang' ke Palestina
Menjadikan Palestina sebagai negara merdeka merupakan utang sejarah dan politik yang harus dibayar Indonesia serta negara anggota KAA.
diperbarui 22 Apr 2015, 00:09 WIBPresiden Joko Widodo melakukan pertemuan bilateral dengan PM Palestina Rami Hamdallah di sela-sela acara KAA ke-60 di JCC, Jakarta, Selasa (21/4/2015). Pertemuan membahas masalah perdagangan hingga kemerdekaan Palestina. (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Perbandingan 5 Pemain Termahal Timnas Indonesia dan Jepang, Timpang Seperti Peringkat FIFA
Klasemen Kualifikasi Piala Dunia 2026: Tergusur ke Dasar Grup C, Peluang Timnas Indonesia Tetap Terbuka
Mengintip Kampung Wisata Giwangan, Transformasi dari Tempat Prostitusi
Drama Penangguhan Gelar Doktor Bahlil Lahadalia oleh UI
OJK Terbitkan POJK Nomor 17 Tahun 2024 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bulion
Hasil Kualifikasi Piala Dunia 2026 Bahrain vs China: Gol Dianulir VAR, Dilmun Warriors Tumbang 0-1
Dekat dengan Ulama, Luthfi-Taj Yasin Disebut Sosok yang Paham Dunia Pesantren
Bertemu Menkomdigi, Mensesneg Beri Pesan Pentingnya Konektivitas dan Pemerataan Internet di RI
200 Nama Kelas Aesthetic dan Unik, Bisa untuk Jenjang SD hingga SMA
ONE Friday Fights 87 Hadirkan Duel Kongchai vs Chokpreecha
1.462 Lembar Surat Suara Rusak, KPU Ajukan Penggantian
Kocak, Kali Ini Trik Licik Abu Nawas Gagal Tipu Khalifah Harun Al-Rasyid