Liputan6.com,Jakarta - Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri (SPILN) kecewa dengan pelayanan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Pasalnya, banyak kasus TKI pelaut yang telah dilaporkan ke BNP2TKI, namun BNP2TKI dinilai tidak maksimal menjalankannya.
"Pengaduan masalah TKI pelaut yang tujuannya mempercepat penyelesaian masalah, faktanya, BNP2TKI sama sekali tidak tegas kepada pihak perusahaan yang diadukan oleh si pelapor," ujar Sekjen SPILN, Haryanto di Jakarta, Jumat (24/4/2015).
Padahal, katanya, TKI pelaut jauh-jauh dari kampung halaman datang ke BNP2TKI untuk meminta perusahaan (PT) dipanggil guna keperluan mediasi dan mencari solusi penyelesaian.
Namun, lanjutnya, BNP2TKI bilang kalau jadwal mediasi sudah penuh dan tunggu satu bulan lagi untuk panggil perusahaan (PT). "BNP2TKI cenderung ngeles ketika ditanyakan perkembangan kasusnya sejauhmana," katanya.
Selama ini, para TKI yang bekerja atau dipekerjakan di sektor kelautan sangat minim mendapatkan perlindungan dari pemerintah.
Advertisement
Itu terbukti dengan munculnya beberapa kasus dari mulai kasus 203 TKI Pelaut yang ditelantarkan di Trinidad and Tobago pada tahun 2012 yang tidak digaji sampai sekarang, kasus terlantarnya 74 WNI di Cape Town Afrika Selatan, Kasus 9 WNI yang nekat membunuh Kapten dan Chip Enginernya di Taiwan.
Kemudian kasus kapal Oryong 501, Kasus kapal Hsiang Fu Chun yang hilang diperairan Fakland, kasus 26 WNI terlantar over kontrak di Angola.
Adapula kasus 2 WNI meninggal di Trinidad and Tobago yang jenazahnya tidak bisa dipulangkan dan masih banyak kasus-kasus lainnya.
Dikatakan Haryanto, sikap BNP2TKI yang cenderung tidak serius menyelesaikan berbagai kasus yang dialami para TKI pelaut seperti paparan di atas, adalah puncak gunung es bagaimana pemerintah memang tidak serius melindungi WNI yang menjadi TKI di luar negeri.
Karena itulah, SPILN mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk segera membahas RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) yang masuk dalam 37 RUU Prolegnas Prioritas 2015.
"Perubahan UU 39/2004 ini harus memuat segala aspek perlindungan TKI baik sektor darat maupun di sektor laut,” tegas Haryanto. (Nrm)