Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah membuka peluang bagi penambahan cakupan jumlah industri yang berhak mendapatkan fasilitas pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan (PPh) badan dalam jangka waktu tertentu atau yang dikenal dengan tax holiday.
Terkait ini, Ketua Umum BPH Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Bahlil Lahadalia meminta agar perluasan cakupan penerima tax holiday tak hanya berdasarkan kategori industri. Namun, Hipmi mengusulkan diperluas berdasarkan kondisi minimnya investasi dan industri di suatu wilayah.
“Kalau hanya berdasarkan industri, investasi hanya akan berkembang di Pulau Jawa. Namun juga mestinya berdasarkan minimnya investasi dan industri di suatu wilayah, misalnya di daerah-daerah tertinggal seperti di Kawasan Timur Indonesia (KTI),” papar Bahlil dalam keterangannya, Senin (28/4/2015).
Daerah-daerah tertinggal dinilai lebih membutuhkan insentif yang lebih besar untuk merangsang datangnya investasi. Daerah-daerah ini butuh banyak dana untuk membangun infrastruktur, seperti jembatan, telekomunikasi, dan listrik.
Advertisement
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan yang kemudian disempurnakan dengan PMK Nomor 192/PMK.011/2014 menetapkan lima industri pionir sebagai penerima fasilitas tax holiday.
Kelimanya adalah industri logam dasar, industri pengilangan minyak bumi dan/atau kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam, industri permesinan, Industri di bidang sumberdaya terbarukan, dan/atau industri.
Bahlil menilai pemberian tax holiday untuk investor ke daerah-daerah tertinggal sejalan dengan semangat hilirisasi dalam UU Minerba No.4 2009.
Pasalnya, sebagian besar daerah-daerah tertinggal tersebut justru kaya akan sumber daya alam, memiliki tambang-tambang mineral dan gas alam, namun sangat tertinggal dari sisi infrastruktur dan kesejahteraan.
Menurut data Hipmi, pada 2014, sejumlah daerah yang kaya akan sumber daya alam (SDA) termasuk mineral, batu bara, dan migas yakni Papua, Riau, Kalimantan Timur dan Aceh justru mengalami pertumbuhan ekonomi paling rendah sebab harga komoditas di pasar internasional mengalami ketidakstabilan.
“Hilirisasi tidak jalan didaerah-daerah ini. Dia jual bahan mentah yang harganya jatuh. Kalau industrilisasi jalan di daerah ini ekonominya akan tumbuh pesat,” papar Bahlil.
Hipmi mencatat Product Domestic Regional Bruto (PDRB) Papua hanya sebesar 3,25 persen, Riau 2,62 persen, Kalimantan Timur 2,02 persen, dan Aceh 1,65 persen.
Sementara, provinsi-provinsi yang yang mengalami laju pertumbuhan ekonomi justru di daerah-daerah yang tidak memiliki kekayaan sumber daya alam dengan PDRB rata-rata di atas 6 persen.(Nrm)