Bagaimana Menghadapi Anak Introver

Tidak ada anak yang sungguh-sungguh sama persis dengan yang lain meskipun mereka adalah saudara kandung

oleh Liputan6 diperbarui 29 Apr 2015, 16:00 WIB
(Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Tidak ada anak yang sungguh-sungguh sama persis dengan yang lain meskipun mereka adalah saudara kandung. Anak-anak kembar identik pun hanya mirip secara fisik saja sedangkan aspek lain misalnya kognitif dan kepribadian sangat mungkin berbeda. Menjadi masalah ketika orang dewasa bahkan juga orangtua mulai memberikan penilaian yang didasarkan pada harapan-harapan yang mereka miliki. Memiliki harapan pada anak memang tidak selalu keliru sejauh harapan tersebut memberikan ruang bagi keunikan anak. Misalnya saja, berharap bahwa sang anak menjadi orang yang pantang menyerah, apa pun prestasi yang kemudian dicapai, tampaknya akan lebih memberi ruang dibanding misalnya berharap anak menjadi juara dalam kompetisi tertentu.

Salah satu “keunikan” anak dalam kepribadian adalah ketika kita menemukan anak yang tergolong dalam anak introvert. Istilah introvert diperkenalkan oleh seorang ilmuan psikologi bernama Carl Gustav Jung. Introvert merupakan sisi kepribadian yang cenderung mengarahkan energi hidupnya ke dunia dalam, dunianya sendiri. Sisi lainnya yaitu ekstrovert cenderung mengarahkan energi kehidupannya pada dunia luar. Menurut Jung, setiap orang memiliki sisi introvert maupun ekstrovert meskipun masing-masing orang memiliki kecenderungan untuk lebih mendekati sisi yang satu dibanding sisi yang lain. Introvert dan ekstrovert sebenarnya berada dalam satu garis kontinum.


Lebih suka menyendiri

Lebih suka menyendiri

Dalam kehidupan sehari-hari. anak introvert biasanya tampak lebih suka menyendiri. Mereka juga lebih sering melakukan aktivitas yang tidak melibatkan orang lain (individual) misalnya membaca, menulis, serta membuat karya-karya yang tidak melibatkan orang lain. Rendahnya minat anak-anak introvert terhadap aktivitas sosial yang melibatkan banyak orang seringkali disalahartikan sebagai suatu problem kepribadian. Kesalahan pemahaman terhadap karakter anak yang introvert sebenarnya juga berhubungan dengan persepsi sosial yang lebih menganggap bahwa pribadi yang terbuka, suka bergaul, dan menghabiskan energi hidupnya untuk kegiatan-kegiatan bersama dengan orang lain adalah pribadi yang lebih yang sehat. Kesalahpahaman ini seringkali menempatkan anak introvert pada posisi yang tidak mudah. Alih-alih mendapatkan pemahaman atas keunikannya sehingga dia dapat memaksimalkan potensinya, anak introvert justru seringkali dipaksa untuk keluar dan menyesuaikan diri dengan apa yang dipersepsikan baik secara sosial.

Bagi orangtua yang memiliki anak yang cenderung berkepribadian introvert, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menerimanya sebagai suatu kewajaran. Mereka semestinya tidak menganggap anak-anak introvert sebagai anak yang perlu diterapi atau diobati. Kecenderungan introvert pada sang anak harus dipandang sebagai salah satu kategori kepribadian biasa dalam suatu spektrum yang berisikan berbagai jenis tipe kepribadian. Seperti halnya anak-anak lainnya, anak yang memiliki kecenderungan introvert sebenarnya juga memiliki beberapa kelebihan yang jarang atau tidak dimiliki anak-anak lain. Misalnya saja, anak introvert biasanya lebih memiliki ketenangan sehingga tidak mudah terseret arus lingkungan sekitarnya. Selain itu, anak introvert biasanya juga memiliki kemampuan berkonsentrasi yang baik. Mereka yang cenderung berkepribadian introvert pun banyak dikenal memiliki kreativitas dan jiwa seni yang menonjol.


Perlu ditemani

Perlu ditemani

Setelah menerimanya sebagai suatu kewajaran, seperti halnya tipe kepribadian lainnya, anak introvert perlu ditemani sesuai dengan karakter yang dimilikinya agar dapat tumbuh secara optimal. Beberapa hal dapat dilakukan oleh orang tua untuk menemani anak yang memiliki kecenderungan kepribadian introvert:

  1. Jangan memberikan label yang negatif terkait dengan kecenderungan introvertnya

Masyarakat seringkali cenderung memberikan label negatif pada anak-anak yang memiliki kecenderungan introvert. Misalnya pemalu, minder, tidak gaul, dan sebagainya. Orangtua perlu menghindari pemberian label negatif ini. Jika kita memahami bahwa kecenderungan introvert hanyalah salah satu tipe kepribadian di antara berbagai tipe kepribadian yang lain, label negatif yang diberikan pada anak-anak yang memiliki kecenderungan introvert tentulah merupakan hal yang keliru. Selain itu, label ini pada akhirnya akan membuat anak-anak tersebut menilai dirinya secara negatif dan merusak tumbuh kembangnya.

  1. Berikan penghargaan

Kepribadian seseorang bagaikan mata uang logam, selalu memiliki sisi positif dan juga negatif. Demikian juga yang terjadi pada anak-anak yang memiliki kecenderungan introvert. Orangtua perlu memberikan penghargaan pada sisi-sisi positif anak-anak yang memiliki kecenderungan introvert. Penghargaan ini terkait dengan kelebihan yang umumnya dimiliki anak-anak introvert misalnya kreatif, serius, fokus, dan semacamnya


Ruang nyaman

  1. Berikan ruang yang nyaman untuk sendiri

Berbeda dengan mereka yang ekstrovert, anak-anak yang memiliki kecenderungan introvert umumnya akan mendapatkan energi jutru ketika diberikan ruang untuk sendiri. Orangtua perlu memfasilitasi hal ini dan melihatnya secara positif. Senada dengan hal ini, oragtua dapat juga memfasilitasi minat-minat pribadi yang dimiliki anak-anak yang memiliki kecenderungan introvert. Minat-minat ini biasanya terkait dengan aktivitas yang sifatnya individual. Dengan ruang untuk sendiri ini serta dukungan pengembangan minat-minat pribadinya, anak-anak yang memiliki kecenderungan introvert akan mendapatkan kembali energi hidupnya dan akan mampu mengoptimalkan pertumbuhan pribadinya.

  1. Ajak sekali waktu untuk melihat dunia luar (orang baru, tempat baru)

Meskipun menghargai kecenderungannya untuk sendiri, orangtua yang memiliki anak-anak yang memiliki kecenderungan introvert sebenarnya juga perlu mengajak anak-anak mereka keluar dan bertemu orang-orang lainnya. Hal ini memang seringkali bukan merupakan usaha yang mudah. Meskipun demikian, orangtua tidak perlu melakukannya dengan tergesa-gesa. Mereka dapat secara berangsur-angsur mengajak anak untuk keluar dari “ruang pribadinya” dan menemui orang-orang baru dan juga pergi ke tempat-tempat yang baru.

 

Yohanes Heri Widodo, M,Psi, Psikolog

Dosen Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Pemilik Taman Bermain dan Belajar Kerang Mutiara Yogyakarta

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya