Di China, Perusahaan Bayar Upah Tinggi Karena Takut Ditinggal

Di sektor ketenagakerjaan, kebijakan upah memang selalu menjadi persoalan utama.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Apr 2015, 10:00 WIB
Ilustrasi Upah Buruh (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha meminta buruh untuk tidak selalu menuntut kenaikan upah namun juga berupaya untuk meningkatkan produktivitasnya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia (APMI) Sudarman Wijaya mengatakan, di sektor ketenagakerjaan, kebijakan upah memang selalu menjadi persoalan utama.

Namun permintaan kenaikan upah minimum hingga mencapai 40 persen dirasakan akan memberatkan industri.

Dia mencontohkan perusahaan di China. "Di China, perusahaan tidak berani membayar murah karena takut ditinggal karyawannya. Tapi, di sana produktivitas karyawan tinggi dan rata-rata pendidikannya lebih baik dari pada pekerja di Indonesia," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (30/4/2015).

Oleh sebab itu, pemerintah dinilai perlu membuat kepastian, setidaknya hingga lima tahun ke depan terkait upah minimum, dengan mengukur kenaikan inflasi riil dan harga bahan pokok.
 
"Ini yang ke depan perlu diperbaiki dalam paket kebijakan ekonomi ke depan," tambah dia.

Sudarman menjelaskan di sejumlah negara industri seperti China, upah minimum tidak lagi diterapkan. Pasalnya, perusahaan umumnya sudah mampu membayar di atas rata-rata.

Jika produktivitas dan kualitas tenaga kerja kita baik, sebenarnya tidak menjadi masalah bagi pengusaha untuk membayar gaji yang relatif tinggi.(Dny/Nrm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya