Liputan6.com, Jakarta - Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) dinilai harus jadi momentum untuk mewujudkan tujuan dari konsep pendidikan sebagaimana digagas oleh Ki Hajar Dewantara.
Menurut Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, peringatan Hardiknas yang jatuh pada tanggal 2 Mei adalah bertepatan dengan hari lahir Ki Hajar Dewantara. Bukan hari lahir Taman Siswa yang dirikan Ki Hajar Dewantara tahun 1922. Juga bukan hari lahir lembaga pendidikan nasional lain, seperti Muhammadiyah (1912) atau NU (1926).
"Fakta itu bermakna Hardiknas menekankan peringatan pada lahirnya konsep Pendidikan Nasional. Pada cara pengajaran dan materi pendidikan yang bertujuan untuk melahirkan bangsa Indonesia yang merdeka. Di situlah Ki Hajar Diwantara menjadi salah seorang penggagas dan pelopor utama," kata Hasto di Jakarta, Sabtu (2/5/2015).
Menurut Hasto, memperingati Hardiknas adalah mengingatkan kembali tujuan pendidikan nasional. Menurut Ki Hajar Dewantara, kata dia, tujuan pendidikan nasional adalah membentuk bangsa Indonesia yang berpikir, berperasaan, dan berjasad merdeka. Membentuk Bangsa Indonesia berbudi luhur yang merdeka, mandiri dan swadaya, dalam lingkungan yang bernapaskan kebangsaan dan berlanggam kebudayaan.
Karena itu, sambung Hasto, konsep pendidikan harus menerapkan pendidikan yang ‘membimbing’ (among) melalui keteladanan (ing ngarso sung tulodo), penyemangatan (ing madyo mbangun karso) dan pemberdayaan (tut wuri handayani).
"Guru bukan instruktur, tetapi pamong yang senantiasa menjadi teladan, penyemangat dan pemberdaya para siswa. Hanya dengan pendidikan seperti itu akan lahir manusia Indonesia merdeka," ujar dia.
Jauh dari Harapan
Setelah 70 tahun merdeka, lanjut Hasto, tujuan itu masih jauh dari harapan. Pendidikan, kata dia, belum mampu membentuk manusia Indonesia merdeka yang sebenar-benarnya merdeka.
"Pendidikan belum tuntas mengikis belenggu berpikir, berperasaan dan bertabiat sebagai bangsa terjajah. Dalam beberapa hal justru pendidikan melahirkan belenggu-belenggu baru," kata Hasto.
Menurut dia, belenggu gaya hidup konsumtif, belenggu berpikir dan bertabiat asing, tidak mengakar pada realitas sosial dan budaya bangsa. Pendidikan yang justru mengasingkan dari realitas bangsa Indonesia sendiri. "Pendek kata, setelah 70 tahun merdeka, masih banyak sisi-sisi kehidupan bangsa Indonesia yang masih terjajah," jelas dia.
Untuk itu, dalam memperingati Hardiknas 2 Mei 2015, PDIP menyerukan untuk memfokuskan kembali arah pendidikan nasional kepada pembentukan manusia Indonesia merdeka. Peringatan Hardiknas adalah momentum menggali kembali konsep pendidikan nasional yang telah diwariskan oleh para tokoh, pemikir dan ahli pendidikan Indonesia.
"Selanjutnya merumuskan kebijakan pendidikan nasional yang benar-benar ditujukan untuk membangun Indonesia merdeka," tandas Hasto. (Fiq/Ans)
Advertisement