Dewi Perawan dan 'Keajaiban' di Tengah Gempa Nepal

Bayi 5 bulan, kakek 101 tahun, dan pemuda yang selamat meski 80 jam terkubur puing. Ini kisah-kisah keajaiban di tengah gempa Nepal.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 04 Mei 2015, 23:23 WIB
Ilustrasi gempa Nepal

Liputan6.com, Jakarta - Tubuh lelaki itu terlihat lemah, lunglai, dan hitam penuh debu. Namun, Rishi Khanal sungguh beruntung. Ia ditemukan dalam kondisi bernyawa setelah terkubur selama 80 jam di bawah puing-puing gedung apartemen yang rubuh.

Dengan suara pelan, ia menceritakan perjuangannya untuk bertahan hidup. "Sama sekali tak ada suara yang terdengar. Tapi, aku terus memukul-mukul puing yang ada di dekatku sebisa mungkin," kata dia seperti dimuat NDTV. Hingga akhirnya keberadaannya diketahui petugas penyelamat.

Penderitaan Khanal diawali Sabtu siang, 25 April 2015, saat gempa 7,9 skala Richter mengguncang Nepal.

Kala itu, pria 28 tahun itu ada di sebuah gedung apartemen 7 lantai. Ia baru selesai makan siang di sebuah hotel di Kathmandu dan tengah naik ke lantai dua, ketika guncangan besar terjadi.

Sejumlah lantai paling atas relatif utuh. Namun, tempat di mana ia berada, hancur.

Khanal terperangkap bersama 3 jenazah. Kakinya hancur tertimpa dinding. Tanpa makanan, tak ada air. "Tak ada yang bisa dimakan atau diminum, jadi aku minum urineku sendiri," ungkap dia.

Sendirian, bersama jasad-jasad yang kondisinya mengerikan dan mulai mengeluarkan bau tak sedap, sempat membuat nyalinya ciut.

"Aku nyaris menyerah. Kukuku mulai memutih dan bibirku pecah-pecah... Aku sempat yakin tidak akan ada yang datang menyelamatkanku. Aku mengira akan mati," ucap Khanal.

Rishi Khanal, korban selamat gempa Nepal (Reuters)


Para ahli mengatakan jarang sekali ada orang dalam kondisi terluka yang terjebak mampu bertahan selama lebih dari 72 jam setelah bencana. "Tampaknya ia bertahan hidup hanya bermodalkan kemauan," kata Akhilesh Shrestha, seorang dokter yang merawatnya. Semangat hidup yang menyelamatkan Khanal.

Sementara, juru bicara Kepolisian Nepal, Pushparam KC, mengatakan tim SAR Prancis menemukan korban di bawah reruntuhan di pinggiran Kathmandu, Selasa 29 April tengah hari.

"Tim menggunakan peralatan khusus yang dapat mendeteksi tanda-tanda kehidupan. Tetapi tim Prancis dan polisi butuh waktu sekitar 10 jam lagi untuk mengevakuasinya," kata Pushparam.

Keajaiban juga dialami  seorang kakek berusia 105 tahun, Fanchu Ghale. Ia selamat meski tertimbun puing-puing bangunan selama 8 hari pasca-gempa dahsyat itu.

"Ia ditarik keluar hidup-hidup dari reruntuhan bangunan yang roboh di Nepal Tengah, 8 hari setelah gempa dahsyat melanda negara itu," demikian diberitakan NDTV, Senin (4/4/2015).

Kakek lain yang berusia 101 tahun juga diselamatkan dari puing-puing rumahnya, 7 hari pasca-gempa. Pria bernama Funchu Tamang diselamatkan dengan hanya luka ringan.

Kakek Tamang pun langsung diterbangkan ke rumah sakit di Distrik Nuwakot, sekitar 50 mil barat laut dari ibukota Kathmandu.

Cerita keajaiban korban selamat satu per satu pun terkuak.

Selanjutnya: Bayi Ajaib dari Nepal...


Bayi Ajaib dari Nepal

Bayi Ajaib dari Nepal

Sonies Awal punya julukan baru: bayi ajaib. Ia yang baru berusia 5 bulan ditemukan selamat meski terkubur di balik puing gempa Nepal selama 22 jam.

Kisah berawal dari lindu yang mengguncang kampung halamannya.

Bumi tiba-tiba berguncang hebat saat ibunya, Rasmila Awal berjalan pulang dari toko, Sabtu 25 April 2015. Perempuan itu panik bukan kepalang melihat bangunan tempat tinggalnya runtuh. Apalagi, Sonies dan kakaknya, Soniya, yang baru berusia 10 tahun ada di dalamnya.

Rasmila berteriak sejadinya, meminta pertolongan. Aku mati rasa," kata perempuan 35 tahun itu. "Aku tak mendengar apapun, tak tahu apakah mereka masih hidup."

Suami Rasmina, Sham Krishna Awal (35), sedang bekerja saat gempa mengguncang. Ia mencari nafkah sebagai sopir angkutan.

Sham pun cepat-cepat pulang ke rumah. Dengan panik, ia mengais-ngais reruntuhan, mencari anak-anaknya. Para tetangga berdatangan. Namun, keyakinan Rasmila terlanjur menipis.

"Harapanku agar mereka selamat nyaris pupus," kata dia. "Aku tak mendengar bunyi apapun." Senyap, tak ada suara kehidupan di balik puing-puing.

Berkah datang 2 jam kemudian. Soniya yang duduk di kelas 4 SD ditemukan dalam kondisi bernyawa. Namun, adiknya masih belum juga diketahui nasibnya.

Hingga akhirnya suara tangisan terdengar dari balik reruntuhan. Namun, malam yang gulita tanpa nyala lampu, menghalangi upaya evakuasi.

Mereka harus menunggu. Biar takdir yang akan menjawab, apakah Sonies tetap hidup.

Sembari menanti, keluarga kecil itu tidur di lapangan di dekatnya. Bersama sejumlah orang lainnya -- yang tak berani tidur di dalam rumah, atau terpaksa karena tempat tinggal mereka sudah rata dengan tanah.

Pagi berikutnya, Sham dan Rasmina kembali ke bekas rumah mereka. Dan mereka mendengar suara yang didambakan -- suara paling indah: tangisan putra mereka.

"Kami kembali ke sana dan mendengar lagi suara itu," kata Rasmina. Matanya berkaca-kaca mengenang momentum itu.

Tentara Nepal kembali datang. Menggali lagi. Dan, keajaiban kembali terjadi pada 22 jam setelah gempa. Dada Rasmina berdegup kencang, saat melihat bayinya diangkat dari reruntuhan.

Bayi ajaib Nepal, selamat setelah 22 jam terkubur puing (Kathmandutoday.com)

Keberuntungan juga menaungi Tanka Maya Sitoula. Ibu empat anak itu selamat setelah terjebak selama 36 jam di bekas rumahnya yang hancur.

Tak ada makanan atau minuman di sekitarnya. Hanya puing-puing berdebu, rangka baja yang mencuat di sana sini. Tanka Sitoula hanya punya keyakinan. Dan itu yang mungkin membuatnya bisa selamat.

"Saya mendengar  suara bising orang-orang di luar. Itu yang membuat saya berpikir bakal bisa diselamatkan," kata Sitoula saat ia dan keluarganya berlindung di bangunan sekolah terdekat.

Apa yang dia lakukan selama 36 jam? "Aku hanya berbaring. Tidak ada ruang untuk bergerak di sana-sini."

Suami Sitoula, Mahendra sempat mendengar teriakan lirih sang istri. Keyakinan pun menular ke sanubarinya. Butuh 18 jam sebelum bantuan tiba untuk membebaskan pendamping hidupnya itu. Dalam kondisi selamat.

Selanjutnya: Kisah 'Dewi Perawan' Kumari...


Kisah 'Dewi Perawan' Kumari

Kisah 'Dewi Perawan' Kumari

Tak hanya menyebabkan lebih dari 7.200 orang kehilangan nyawa, gempa yang mengguncang Nepal membuat ribuan orang kehilangan tempat tinggal. Kini mereka harus bertahan di tenda-tenda.

Bangunan bersejarah, seperti kuil-kuil kuno di Alun-alun Durbar, Kathmandu, juga rata dengan tanah.  Ajaibnya, rumah seorang gadis 9 tahun, sama sekali tak terusik guncangan.

Ia bukan gadis cilik biasa, melainkan Kumari --  yang dianggap titisan seorang dewi dalam kepercayaan Nepal. Gempa tak menghancurkan istananya, yang terdiri atas 3 lantai, di Alun-alun Basantpur Durbar

“Dia melindungi kita,” kata Durga Shakya, penjaga rumah Kumari atau Dewi Samita Bajracharya. "Lihat ke sekeliling, rumah Kumari tetap tegak. Hanya retak sedikit di salah satu sisi, tapi selain itu tidak ada apa-apa. Bahkan di dalamnya, tidak ada barang yang jatuh, semua baik-baik saja.”

Seperti dimuat situs Times of India, saat gempa terjadi, Kumari sedang memberkati para pengikutnya di lantai pertama rumahnya yang dibangun dari kayu dan bata -- yang dihiasi ukiran rumit ala Newari.

Kumari, 'Dewi Hidup' di Nepal (Reuters)

Kumari adalah gadis yang dipuja-puja, ia dipercaya sebagai perwujudan dari Dewi Taleju, atau Dewi Durga 

Kata Kumari berasal dari bahasa Sansekerta, Kaumarya, yang berarti 'perawan'. Ia dipilih dengan seleksi ketat di antara gadis-gadis cilik dari kasta Shakya atau Bajracharya, klan masyarakat Nepal, Newari.

Gadis kecil tersebut akan bertahan sebagai perwujudan sang Dewi sampai mengalami menstruasi pertamanya.

Ketika haid pertamanya datang, itu adalah masa ketika sang Dewi meninggalkan tubuhnya. Sang gadis akan meneruskan hidup sebagai manusia fana lagi.

Kumari, 'Dewi Hidup' di Nepal (Reuters)


Saat ini ada beberapa Kumari di seluruh Nepal. Beberapa kota bahkan memiliki lebih dari satu dewi. Yang paling terkenal adalah Royal Kumari dari Kathmandu, dan dia tinggal di Kumari Ghar, sebuah istana di pusat kota -- yang selamat dari guncangan gempa dalam kisah di atas.

Kumari diisolasi di istana kecilnya dan hanya muncul hanya pada hari-hari perayaan, ketika ia diarak dengan pakaian kebesaran dalam upacara Indrajatra.

Selama Indrajatra, para raja -- kini Presiden Nepal setelah monarki runtuh -- memohon berkah dengan menyentuh kaki Kumari di depan umum.(Ein)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya