Liputan6.com, Jakarta Penyimpangan penjualan minyak kondensat yang dilakukan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) kembali terjadi. Hal ini ditengarai terjadi karena tata kelola pemerintah yang kurang baik.
Direkur Eksekutif Indonesia Resources Studies (Irres) Marwan Batubara menilai kasus penyimpangan tersebut tak murni dilakukan SKK Migas semata, tetapi mendapat tekanan dari luar.
"Ini bukan cuma kasus yang dilakukan oleh oknum di SKK Migas, justru intervensi dari luar," kata saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Rabu (6/5/2015).
Menurut Marwan, terjadinya praktik Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN) tersebut akibat dari tata kelola pemerintah yang belum optimal.
"Bicara pemerintah belum optimal tatakelolanya, itu menjadi penyebab terjadinya banyak KKN, dalam hal tata kelola mesti kita tingkatkan," ungkap dia.
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) menemukan dugaan korupsi senilai Rp 2 triliun yang melibatkan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI) dan SKK Migas. Kepolisian pun melakukan penggeledahan kantor instansi tersebut pada Selasa (5/5/2015).
"Penggeledahan itu dalam rangka pencarian dokumen yang terkait dalam penyidikan tindak pidana korupsi dan atau pencucian uang yang terkait penjualan kondesat bagian negara oleh SKK Migas ke PT TPPI," kata Direktur Pidana Khusus Bareskrim Brigjen Victor Simandjutak di Mabes Polri.
Penjualan yang terjadi kurun waktu 2009-2010 itu dilakukan dengan penunjukan langsung yang bertentangan dengan aturan keputusan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara.
Juga menyalahi keputusan Kepala BP Migas No KTPS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.
Tindakan ini melanggar ketentuan pasal 2 dan atau pasal 3 UU 31/1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah UU 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor dan atau pasal 3 dan pasal 6 UU No 15 2002 tentang TPPU sebagaimana diubah dengan UU No 25 tahun 2003.(Pew/Nrm)
Advertisement