Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyebut 18 perusahaan tekstil gulung tikar sepanjang periode Januari sampai saat ini karena tidak kuat menanggung kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Sebanyak 30 ribu orang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Ketua API, Ade Sudrajat mengungkapkan, biaya operasional semakin bengkak karena TDL mengalami kenaikan karena saat ini tarifnya mengikuti mekanisme pasar. Jika diurutkan, tarif listrik merupakan komponen terbesar kedua setelah bahan baku yang mencapai 18 persen sampai 26 persen.
"Kalau listrik naik dan harganya kayak yoyo terus atau turun naik, listrik bukan lagi jadi agen pembangunan tapi komoditas masa depan. Dengan kenaikan tarif listrik, ada 18 perusahaan yang tutup di Pulau Jawa dari Januari lalu hingga sekarang," terang dia saat berbincang dengan wartawan di Gedung BKPM, Jakarta, Rabu (6/5/2015).
Dari jumlah perusahaan tekstil yang bagus, tambah Ade, PHK sudah menimpa sekira lebih dari 30 ribu buruh. Kondisi pelemahan ekonomi dunia di mana menyebabkan ekspor tekstil asal Indonesia stagnan, Ade memperkirakan bakal ada ancaman PHK sampai 50 ribu orang pada tahun ini.
"Mungkin penyebabnya juga karena daya beli masyarakat menurun akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang merubah paradigma kita. BBM wajar naik turun, di semua negara juga begitu, tapi listrik jangan karena dampaknya sangat luas," tegas dia.
Namun demikian, Ade memperkirakan, PHK atau layoff merupakan gejala temporer pada perusahaan tekstil karena kapasitas produksi industri manufaktur Amerika Serikat (AS) sudah kembali bergeliat selama 24 jam penuh. Kondisi ini akan membawa pengaruh baik bagi Indonesia.
"Dampaknya bakal terasa di Agustus sampai September ini. Tapi kita juga perlu kepastian peraturan," pungkas dia. (Fik/Ndw)
Advertisement