Liputan6.com, Jakarta - DPR berencana merevisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Hal ini karena tidak diakomodirnya keinginan Komisi II oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait terancamnya PPP dan Golkar tidak ikut pilkada serentak karena masih bersengketa.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pemerintah tidak akan ikut campur mengenai desakan DPR untuk merevisi UU Pilkada dan UU Parpol tersebut. Pun demikian, pemerintah juga tidak akan mengintervensi parpol yang bersengketa.
"Pemerintah tidak ikut campur, juga pemerintah tidak ingin ikut intervensi parpol yang bersengketa," kata Tjahjo di Jakarta, Rabu (6/5/2015).
Tjahjo mengatakan, parpol-parpol yang bersengketa menyelesaikan masalahnya secara internal parpol. Dalam hal ini Partai Golkar dan PPP yang masih bersengketa dualisme kepemimpinan.
"Silakan diselesaikan secara internal partai," ucap mantan Sekretaris Jenderal PDIP ini.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, pihaknya akan merevisi UU Pilkada dan UU Partai Politik. Revisi tersebut menyusul tidak diakomodirnya keinginan panitia kerja Komisi II oleh KPU terkait parpol yang sedang bersengketa.
Dalam rapat antara Pimpinan DPR, Komisi II DPR, KPU dan Kemendagri Senin 4 Mei 2015 malam. DPR meminta KPU untuk menyertakan putusan sementara pengadilan sebagai syarat untuk mengikuti pilkada. Namun KPU menolaknya. KPU mengambil kebijakan untuk menunggu putusan pengadilan yang inkrach atau memiliki kekuatan hukum yang tetap dan mengikat.
UU Pilkada yang akan direvisi dalam hal ini Pasal 42 ayat 4,5, dan 6 yang menyatakan pendaftaran calon kepala daerah oleh parpol dan atau gabungan parpol harus mendapat rekomendasi pengurus parpol di provinsi dan kabupaten kota, serta harus disertai surat putusan dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
Sedangkan UU Parpol yang akan direvisi adalah Pasal 32 terkait pengurus parpol harus terdaftar di Menkumham.
DPR berencana merevisi kedua UU tersebut pada masa sidang keempat, 18 Mei mendatang sebagai revisi UU terbatas. Revisi UU Parpol dan UU Pilkada itu diklaim DPR sebagai kompromi sistem ketatanegaraan Indonesia yang belum sempurna. (Mvi/Mut)
Advertisement