Liputan6.com, Jakarta Andai Anda seorang bintang film pujaan yang film barunya tengah rilis di bioskop, Anda tentu rajin berpromosi di media sosial macam Twitter atau Instagram. Namun, bisa dipastikan ada saja penggemar yang bakal menimpali promosi film tersebut dengan menjawab begini, "DVD bajakannya udah ada, kak?" atau "Bisa di-download di mana filmnya, kak?"
Kata pembawa acara IP Rights Forum yang berlangsung di hotel JWS Luwansa, jl. HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (6/5/2015), saat dapat komentar seperti itu dari penggemar rasanya seperti judul lagu Cita Citata, "Sakitnya tuh di sini."
Advertisement
Ya, komentar macam begitu lazim terjadi di Indonesia. Alih-alih bertanya apa filmnya sudah edar di bioskop dekat rumah mereka, penggemar justru bertanya apa copy bajakan filmnya tersedia atau belum.
Nah, pertanyaannya kenapa justru timbul komentar macam di atas dari penggemar?
Saat membuka seminar IP Rights Forum bertajuk How to Protect & Monetize IP Rights in the Film Industry kemarin, Wakil Presiden Jusuf Kalla bisa jadi memiliki jawabannya.
Kata dia, budaya nonton bioskop di sebagian masyarakat kita telah hilang. Wapres mengenang di masa lalu, bioskop jadi tempat kumpul muda-mudi. Termasuk untuk pacaran. "Kalau remaja sekarang pacarannya di mal," ujarnya.
Wapres JK juga menengarai, pemicu budaya nonton di bioskop luntur juga lantaran tiketnya dinilai terlalu mahal bagi kebanyakan masyarakat.
Bioskop kita kini lebih ditujukan bagi masyarakat menengah ke atas. Bioskop murah tak ada di Indonesia," kata Wapres. "Kalau bioskop semua dibikin mewah, nanti siapa yang mau nonton film?" ia bertanya pada hadirin.
Lantas, benarkah yang ditengarai Wapres Jusuf Kalla? Apa iya tiket bioskop kita terlalu mahal?
Tiket Bioskop dengan Pendapatan Penduduk
Mari bicara data.
Menurut data yang dilansir laman Huffington Post pertengahan April lalu, harga tiket bioskop di Indonesia yang terendah di seluruh dunia. Dikatakan, harga tiket nonton bioskop di Indonesia berada di kisaran harga Rp 50 ribu. Sementara kota-kota terbesar di Swiss justru mencatatkan harga-harga tiket nonton bioskop paling mahal di dunia. Di Zurich, Swiss, harga satu tiket menonton film di bioskop mencapai USD 19,7 atau Rp 250 ribu atau sekitar lima kali lipat lebih mahal dibandingkan menonton film di Indonesia.
Di AS, harga tiket bioskop rata-rata US$ 8 atau Rp 104 ribu. Harga tiket bioskop di Singapura juga lebih mahal, yakni 12 dollar Singapura atau setara Rp 113 ribu.
Namun, seperti dikatakan Wapres Jusuf Kalla, tarif tiket bioskop senilai Rp 50 itu masih tetap dianggap mahal oleh sebagian masyarakat. "50 puluh ribuan itu gaji sehari buruh," kata Wapres.
Dari data yang pernah dilansir Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) awal 2014, saat ini terdapat 100 juta penduduk Indonesia yang penghasilannya di bawah US$ 2 sehari. Dari jumlah 100 juta penduduk itu, 30 juta di antaranya berpenghasilan di bawah US$ 1 atau sekitar Rp 13 ribu sehari.
Bagi kelompok ini, membeli tiket bioskop tentu teramat mahal. Untuk menyiasati agar tetap dapat hiburan, kelompok masyarakat ini lalu beralih membeli DVD bajakan yang harganya sekitar Rp 6-7 ribu.
Menurut survey Cinema Index tahun 2005, jika membandingkan tiket bioskop dengan pendapatan rata-rata penduduk, warga India sagat beruntung. Di India pendapatan rata-rata per jam memang rendah (sekitar USD 0,70 atau sekitar Rp 9 ribu per jam), namun harga rata-rata tiket bioskop juga sangat rendah (sekitar USD 0,19 atau Rp 2.500). Menurut data tahun 2013 yang dikutip dari laman Statista, harga tiket bioskop di India saat ini USD 0,93 atau sekitar Rp 12 ribu. Memang terjadi kenaikan, tapi masih terbilang rendah. Andai pendapatan per jam rata-rata di India tak naik dalam sepuluh tahun terakhir (yang rasanya tak mungkin), warga India hanya cukup menambah jam kerja tak sampai setengah jam lagi.
Tapi dari tiket bioskop yang rendah ini perfilman India tumbuh subur. Budaya menonton tak luntur. Tahun lalu Bollywood, pusat perfilman India berbahasa Hindi, menghasilkan 201 film. (Angka itu di luar film India berbahasa Telugu dan Tamil.)
Hm, jika perfilman kita ingin maju dan tak ada lagi pembajakan, salah satu solusinya mungkin bioskop murah. "Orang selalu bilang tentang kesadaran, tetapi hal (pembajakan) ini juga ada hubungannya dengan pendapatan juga," kata Wapres Jusuf Kalla. "Pendapatan rendah, orang ingin beli murah, muncul pembajakan." ** (Ade/Fer)
Advertisement