Revisi UU Pilkada Dinilai Sarat Kepentingan Politis

DPR dinilai hanya ingin mengakomodir kepentingan Partai Golkar dan PPP dalam merevisi UU Pilkada.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 09 Mei 2015, 00:15 WIB
Komisi II DPR menggelar rapat dengar pendapat dengan KPU dan Bawaslu, Jakarta, Senin (24/11/2014). (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - ‎DPR berencana merevisi Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Umum Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). Namun, revisi tentang UU Pilkada itu dianggap tidak tepat.

Wakil Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Very Junaidi menganggap ada kepentingan unsur politis di balik rencana revisi UU Pilkada oleh DPR. Menurut dia, DPR hanya ingin mengakomodir kepentingan Partai Golkar dan PPP dalam merevisi UU Pilkada.

"Undang-undang itu tidak boleh diakomodir kepentingan. Saat ini memang ada dualisme parpol, tetapi mereka (parpol) harusnya menyelesaikan secara internal bukan mengubah undang-undang yang sudah ada," kata Very dalam sebuah diskusi di kantor Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Jumat (8/5/2015).

Very khawatir, jika UU Pilkada direvisi akan menyebabkan ketidakpastian hukum tentang pelaksanaan Pilkada. Selain itu, KPU nantinya juga akan kesulitan saat mensosialisasikan tahapan pendaftaran para calon Kepala Daerah yang akan mengikuti Pilkada.

"Upaya revisi tidak tepat, harusnya sejak awal disusun, kalau tetap direvisi tidak akan ada kepastian hukum tentang Pilkada. Bagaimana ruang sosialisasinya bagi KPU, karena tidak ada cukup waktu, tidak hanya ke lembaga tapi juga peserta pemilu. Tahapan bisa kacau kalau aturan berubah-ubah," tutur Very.

DPR sebelumnya akan merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Revisi itu  menyusul tak diakomodirnya keinginan panitia kerja Komisi II oleh KPU terkait parpol yang sedang bersengketa, dalam hal ini Partai Golkar dan PPP, untuk ikut pilkada serentak.

‎UU Pilkada yang akan direvisi dalam hal ini Pasal 42 ayat 4,5, dan 6 yang mengatakan pendaftaran calon kepala daerah oleh parpol dan atau gabungan parpol harus mendapat rekomendasi pengurus parpol di provinsi dan kabupaten kota, serta harus disertai surat putusan dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP).

Sedangkan UU Parpol yang akan direvisi adalah Pasal 32 terkait pengurus parpol harus terdaftar di Menkumham.

DPR berencana merevisi kedua UU tersebut pada masa sidang keempat, 18 Mei mendatang sebagai revisi UU terbatas. Revisi UU Parpol dan UU Pilkada itu diklaim DPR sebagai kompromi sistem ketatanegaraan Indonesia yang belum sempurna.‎ (Ali)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya