5 Napi Politik di Papua Bersyukur Menerima Grasi dari Jokowi

Menurut kuasa hukum, grasi ini adalah langkah maju suatu pemerintahan yang menjunjung tinggi kehidupan demokrasi.

oleh Katharina Janur diperbarui 09 Mei 2015, 13:21 WIB
Narapidana politik Papua yang akan menerima grasi dari Presiden Jokowi di Lapas Abepura, Jayapura (Liputan6.com/ Katharina Janur)

Liputan6.com, Jayapura - Yafrai Murib (35), narapidana politik (napol), tampak semringah. Dia tidak bisa menutupi kegembiraan hatinya, bahwa hari ini, Sabtu (9/5/2015) dia akan menerima grasi dari Presiden Jokowi di Lapas Abepura, Kota Jayapura, Papua.

Yafrai dihukum seumur hidup. Dia diduga menjadi salah satu pembobol gudang senjata di Kodim 1710/Jayawijaya. Yafrai menderita stroke. 3 Tahun terakhir, dia mendekam di Penjara Abepura.

Tidak sendiri, dia bersama dengan 4 kawan lainnya dengan tuduhan yang sama juga akan menerima grasi tersebut, yakni Numbungga Telenggen yang dihukum seumur hidup, Linus Hiluka dihukum 20 tahun, Apotnaholik Lokobal dihukum 20 tahun, Kimanus Wenda dihukum 20 tahun, dan Mikael Heselo dihukum 20 tahun.

"Dalam menjalani hukuman ini, saya berpindah-pinda penjara, mulai dari penjara Wamena, lalu ke Makassar dan terakhir saya mendekam di Penjara Biak. Sudah lebih dari 12 tahun saya menjali hukuman ini. Saya bersyukur atas diterimanya grasi ini," kata Yafrai saat ditemui di Lapas Abepura, sebelum menerima grasi.

Yafrai mengatakan, selama dihukum hanya istri dan keluarga terdekat yang membesuknya. Tidak pernah ada keluarga lainnya yang menemuinya.

Terima Kasih Jokowi

Kuasa hukum 5 napol yang menerima grasi, Latifah Anum Siregar mengucapkan terima kasih kepada Jokowi atas grasi yang diberikan ini, sebab grasi ini juga membangun konteks kehidupan berdemokrasi yang lebih baik di Indonesia.

"Kelima napol dalam menjalani hukuman selalu berpindah tempat, mulai dari Lapas Wamena,  Gunung Sari Makasar, Lapas Ambon, Jakarta dan akhirnya kembali ke Papua," ujar Latifah ketika ditemui di Lapas Abepura, Sabtu.

Latifah menuturkan, kelima napol itu adalah napol tertua dan terlama yang menghuni penjara dengan hukuman tertinggi. Mereka keluar masuk penjara kecil ke penjara besar dan mengalami banyak tantangan.

"Berbagai langkah hukum dan kemanusiaan telah mereka tempuh, mereka berharap akan menjadi lebih bermanfaat jika mereka di luar penjara," kata dia.

Menurut Latifah, grasi ini adalah langkah maju suatu pemerintahan yang menjunjung tinggi kehidupan demokrasi. Menciptakan demokrasi dan menjadi contoh bagi demokrasi terbaik di dunia dengan membuka ruang kebebasan berekspresi, mengembangkan tradisi dialog tanpa kekerasan dan membebaskan tahanan politik dan narapidana politik lainnya yang masih berada di berbagai Lembaga Pemasyarakatan.

Juru Bicara Organisasi Papua Merdeka (OPM) Anton Tabuni meminta Presiden Jokowi tak hanya memberikan grasi kepada 1 atau 5 napol di Papua. Dia mendesak Jokowi untuk membebaskan napol di Bumi Cenderawasih.

"Semua napol di Papua itu bicara soal hak-hak hidup dan berpendapat masyarakat Papua, yang sejak dulu tertindas. Mereka tidak patut di penjara, harus dibebaskan. Apalagi napol-napol ini adalah pejuang ‎ bagi rakyat Papua," kata Anthon. (Mvi/Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya