Di 2025, Listrik Indonesia Harus dari Nuklir

Indonesia sudah menguasai teknologi nuklir, namun masih ada penolak dari masyarakat yang khawatir jika teknologi tersebut digunakan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 10 Mei 2015, 19:24 WIB
Indonesia dinilai belum membutuhkan sumber energi nuklir karena masih banyak cadangan batu bara dinilai masih cukup untuk jangka panjang.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi yang terus bertumbuh harus didukung dengan pasokan listrik yang memadai. Oleh sebab itu, jika Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka harus juga didukung dengan pasokan listrik yang besar pula. Salah satu cara meningkatkan pasokan listrik tersebut dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebesar 5 ribu Mega Watt (MW) pada 2025.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jarman menjelaskan, Indonesia setiap tahunnya membutuhkan pasokan listrik baru sebesar 7 ribu Mega Watt (MW). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, membutuhkan pembangkit yang besar.  "Kita tak semata-mata hanya membangun tetapi menerangkan," kata Jarman,  dalam diskusi energi, di kawasan Cikini, Jakarta Minggu (10/5/2015).

Jarman mengungkapkan, pembangkit listrik berkapasitas besar hanya berasal dari sumber energi batu bara dan gas. Namun, penggunaan dua bahan bakar tersebut terbentur persoalan, batu bara akan mengakibatkan polusi udara karena menghasilkan emisi yang tinggi sedangkan gas harganya mahal.

"Kalau semata-mata dari batu bara dan gas kurang cukup, batu bara emisinya tingi kalau digenjot itu emisinya bisa berbahaya. Gas harganya mahal, energi baru banyak tapi secara ukuran kecil sehingga perlu pembangkit besar. Nah, itu bisa dipenuhi dengan nuklir," jelasnya.

Menurut Jarman, teknologi nuklir bisa menjadi solusi untuk menghasilkan listrik dengan kapasitas besar. Sehingga pada 2025 harus ada listrik dengan kapasitas 5 ribu MW yang dihasilkan dari PLTN.

"Jadi yg tidak mengandung polusi harga bisa bersaing adalah nuklir, tapi tidak bisa sembarang tempat hanya di Bangka Belitung dan Kalimantan. 2025 5 ribu MW pembangkit listirk bisa beroperasi," ungkapnya.

Ia menambahkan, saat ini Indonesia sudah menguasai teknologi nuklir, dan sumber daya manusia sudah mampu mengelolanya. Namun, masih ada penolak dari masyarakat yang khawatir jika teknologi tersebut digunakan.  "Masih banyak yang tidak terima nuklir, padahal secara teknologi dan SMD sudah siap," jelasnya.

Pemerintah pun saat ini sudah melakukan sosialisasi mengenai teknologi nuklir tersebut. Kementerian Riset Teknologi Pendidikan Tinggi telah mengenalkan masyarakat mengenai penggunaan tenaga nuklir sebagai sumber energi, dengan membangun reaktor daya eksperimen di Serpong, Tangerang.

Menteri Riset Teknologi Pendidikan Tinggi, Muhammad Nasir mengatakan, agar meyakinkan masyarakat terhadap keamanan penggunaan teknologi nuklir sebagai sumber energi, perlu dibuktikan dalam wujud nyata. "Untuk edukasi, kalau aman dan efisien. Bedanya sangat nampak sekali dulu sosialisasi bentuk berita," kata  Nasir.

Ia mengatakan, pengenalan teknologi nuklir itu dengan membangun reaktor daya eksperimen atau Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) mini ditargetkan selesai 2018. "Dalam hal ini kami bangun PLTN. Saya menunjukkan barangnya dulu reaktor daya eksperimen, masyarakat tak percaya tanpa dilihat barangnya dulu," tutur Nasir.

Nasir menambahkan, jika PLTN mini tersebut sudah beroperasi, maka bisa dijadikan sarana edukasi dan wisata elektronik. Hal tersebut dilakukan oleh Badan Tenaga Nuklir (Batan). "Nanti kalau sudah jadi sekaligus pariwisata bidang elektronik, nanti dibangun di Serpong selesai 2018 saya dorong. Batan melakukan ini dengan anggaran APBN untuk feasibility study dan engineering," kata Nasir.

Sebelumnya Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Djarot Sulistio Wisnubroto menyatakan siap membangun PLTN mini di kawasan Serpong pada 2017. Reaktor daya kecil tersebut dapat dibangun sesuai arahan selama proses perizinan cepat dan pemerintah juga menyediakan dana yang cukup.

"Pak menteri mintanya memang yang berkapasitas 10-20 MW. Tapi secara pribadi saya menilai idelanya 10 MW dulu, karena ini masih demo jadi yang sekecil mungkin dulu," tutur Djarot.

Menurut Djarot, dibutuhkan biaya sekitar Rp 1,6 triliun dengan jangka waktu pembangunan lima tahun. Bila disetujui, BATAN akan memulai pembangunan tenaga nuklir pada 2015.

Pembangunan PLTN ini sejalan dengan amanat UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Sesuai UU tersebut, Indonesia diharuskan memiliki PLTN pada 2019.(Pew/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya