Liputan6.com, Jakarta - Realisasi penerimaan pajak pada periode Maret ke April 2015 tercatat melonjak 56,4 persen yakni dari Rp 198,23 triliun menjadi Rp 310,1 triliun.
Lonjakan ini terjadi berkat kontribusi pelaporan PPh Badan dan tahun pembinaan pajak yang sudah terasa implikasi positifnya.
Advertisement
Demikian diungkapkan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Mekar Satria Utama di Jakarta, Minggu (10/5/2015).
“Lonjakan kenaikan terjadi karena penerimaan dari PPh badan, setoran PPh pasal 26 terkait SPT Tahunan dan tahun pembinaan pajak yang sudah berjalan sesuai harapan kami,” jelas dia.
Satria Utama menjelaskan, realisasi penerimaan pajak pada periode Maret-April 2015 tersebut lebih tinggi dari periode sama tahun lalu.
Dilihat dari target penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp 1.296 triliun, realisasi dalam empat bulan 2015 sudah mencapai 24 persen.
“Harapan kami sampai akhir tahun melalui tahun pembinaan pajak dengan penghapusan sanksi bagi banyak wajib-wajib pajak yang belum melaporkan pembayaran pajaknya dengan sebenar-benarnya, penerimaan pajak sebesar Rp 1.296 triliun bisa tercapai,” tegas dia.
Menurut dia, tahun pembinaan pajak yang dijalankan pemerintahan Presiden Jokowi-JK lebih menyasar kepada tiga golongan wajib pajak, yakni pertama, wajib pajak yang belum terdaftar dalam jaringan perpajakan DJP yang telah dimuktahirkan dari sumber-sumber pihak ketiga.
Kedua, wajib pajak yang sudah mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tapi belum melaporkan kewajiban pajaknya. Ketiga, wajib pajak yang sudah memiliki NPWP dan melaporkan, namun belum secara benar.
Adapun target penerimaan pajak 2015 sebesar Rp 1.296 triliun diyakini bisa tercapai, meski kondisi perekonomian tidak mendukung. Pasalnya, sasaran penerimaan pajak lebih menyasar kepada tiga golongan wajib pajak di atas yang belum patuh. “Jadi, tidak tergantung sepenuhnya pada pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Faktor lainnya adalah fakta bahwa tax ratio terhadap PDB masih sangat rendah, yakni hanya 11 persen. Tax ratio di Indonesia terendah di kawasan Asean, bahkan lebih rendah dari Filipina, yang sudah mencapai 13 persen.
Jika Indonesia ingin mengejar dan menyamai tax ratio dengan Filipina saja, pertumbuhan penerimaan pajak bisa meningkat 2-3 persen dari nilai PDB Indonesia yang sudah mencapai Rp 10.000 triliun atau setara Rp 200 triliun- Rp 300 triliun.
Selain itu, sejak 2009 hingga 2014, pertumbuhan penerimaan pajak semakin menurun. Jika pada 2009-2010, pertumbuhan penerimaan pajak masih mencapai 15 persen, tahun berikutnya justru tinggal tumbuh 7 persen-8 persen.
Seharusnya, pertumbuhan normalnya adalah 15 persen, sesuai perkembangan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. “Kekurangan penerimaan pajak dalam lima tahun terakhir coba dipenuhi di tahun 2015 ini,” tegas dia.
Strategi Khusus
Menurut Satria Utama, upaya memenuhi target penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp 1.296 triliun akan dicapai melalui strategi umum dan strategi khusus.
Adapun strategi umum berupa meningkatkan kapasitas pelayanan bagi WP yang sudah berjalan baik, pengawasan WP yang masih separuh hati, pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan. Dari strategi umum, penerimaan pajak paling tidak bisa tumbuh 10 persen-15 persen.
Strategi kedua adalah menjalankan strategi khusus yang tidak tergantung pada pertumbuhan ekonomi. Strategi khusus ini lebih berupa upaya membidik wajib pajak yang belum tersentuh dan terjangkau oleh aparat pajak atau touch the untouchable dan reach the unreachable melalui tahun pembinaan pajak dengan penghapusan sanksi bagi WP yang memperbaiki SPT PPN dan PPh.
“Melalui strategi khusus, kami optimistis bisa mendapatkan tambahan peningkatan penerimaan pajak 20 persen-30 persen,” kata dia.
Satria Utama menjelaskan, ada perbedaan program sunset policy yang dijalankan pemerintah pada 2008 dan tahun ini, termasuk kondisi perekonomian pada saat itu.
Pada 2008, sunset policy hanya ditujukan pada jenis pajak PPh, sifatnya voluntary, dan intensifikasi. Sedangkan sunset policy tahun ini diperluas untuk jenis pajak PPN, PPh, dengan data yang sudah lebih mutakhir, dan bersifat mandatori.
“Target penerimaan pajak sebesar Rp 1.296 triliun bukan sembarang angka. Apalagi tax ratio kita masih rendah,” urai dia.
Dia menambahkan, penerimaan pajak berperan penting sebagai sumber dana pembangunan untuk proyek-proyek infrastruktur yang tengah dijalankan Presiden Jokowi-JK.
Sepanjang setoran pajak yang diambil dari perekonomian bisa disalurkan kembali dalam bentuk belanja pemerintah dengan pembangunan infrastruktur jalan, pelabuhan, dan energi secara benar, maka perekonomian Indonesia ke depannya akan membaik.(Nrm/Ahm)