Golkar Kubu Agung: SK Menkumham Bukan Objek PTUN

Kuasa hukum Partai Golkar kubu Agung Laksono, Lawrence Siburia mengatakan SK Menkumham tidak memiliki akibat hukum sama sekali.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 11 Mei 2015, 06:30 WIB
Agung Laksono (tengah) berbincang dengan Siswono Yudo Husodo saat pembukaan Rapimnas I DPP Partai Golkar di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Rabu (8/4/2015). Rapat membahas konsolidasi partai dari tingkat bawah hingga atas. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) hari ini akan menyidangkan gugatan Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie atau Ical, terhadap Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM terkait pengesahan kepengurusan kubu Agung Laksono.

Sebelum memasuki putusan sidang, Majelis Hakim akan mendengarkan kesimpulan dari kubu Ical, Kemenkumham selaku tergugat, dan tergugat intervensi, kubu Agung.

Ketua DPP Bidang Hukum Golkar yang juga salah satu kuasa hukum kubu Agung, Lawrence Siburia mengatakan, SK Menkumham Yasonna H Laoly bersifat deklaratoir. Di mana SK tersebut bukan objek PTUN, sehingga penetapan sela No 62/6/2015/PTUN, pada 1 April 2015 lalu, harus dicabut.

"Bersifat declaratoir, artinya Menkumham RI hanya mencatat dan mengumumkan hasil keputusan MPG (Mahkamah Partai Golkar). Artinya pengumuman Menkumham tidak memiliki akibat hukum sama sekali. Oleh karenanya bukan merupakan objek PTUN. Sebagai akibatnya, PTUN harus mencabut penetapan sela," kata Lawrence kepada Liputan6.com, Senin (11/5/2015).

Lawrence menjelaskan, pada intinya kubu Agung menyatakan PTUN tidak berwenang mengadili perkara ini sesuai Pasal 2 huruf e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009.

"Di sana dikatakan bahwa PTUN tidak berwenang untuk mengadili keputusan pejabat tata usaha negara, yang diambil berdasarkan pemeriksaan badan peradilan yang diatur berdasarkan undang-undang," tutur anggota SOKSI itu, organisasi pendiri Partai Golkar.

Menurut Lawrence, MPG adalah badan peradilan lex specialis atau bersifat khusus sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008. MPG adalah badan peradilan yang memiliki kompetensi absolut, otonom, bebas, merdeka dan mandiri.

"MPG dibentuk undang-undang untuk secara khusu menangani sengketa di parpol dan untuk mengurangi beban badan peradilan umum seperti Pengadilan Negeri dan PTUN. MPG adalah bagian dari kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka dari intervensi kekuasaan legislatif dan eksekutif," ujar Lawrence.

SK Menkumham Sah

Lawrence mengatakan, SK Menkumham yang mengesahkan kepengurusan kubu Agung sudah tepat dan benar. Karena sudah sesuai dengan persyaratan dan prosedur penerbitan.

"Karena itu, SK tersebut adalah sah dan telah berdasarkan hukum," kata dia.

Lawrence menegaskan, SK Menkumham telah berdasarkan hukum karena telah mempertimbangan dengan matang 3 putusan. Hal ini seusai Pasal 32 ayat 5 dan Pasal 23 ayat 2, dan 3 sesuai Undang-undang Partai Politik Nomor 2 tahun 2011 yang merupakan perubahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008.

"Dalam mempertimbangkan untuk terbitnya SK tersebut, Menkumham telah mempertimbangkan dengan melihat 3 putusan. Yaitu putusan PN Jakpus, PN Jakbar yang menyatakan tidak berwenang mengadlili. Karena kompetensi absolut berada pada MPG, di mana putusan Mahkamah Partai bersifat final dan mengikat (inkracht van gewijsde)," tandas Lawrence. (Rmn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya