S&P 500 Cetak Rekor Tertinggi

Indeks S&P 500 naik 1,1 persen ke level 2.120,78 pada pukul 16.00 waktu New York, Amerika Serikat (AS).

oleh Arthur Gideon diperbarui 15 Mei 2015, 04:16 WIB
Pasar saham Amerika Serikat (AS) rebound dari aksi jual dalam dua hari.

Liputan6.com, New York - Indeks Standard & Poor 500 yang merupakan salah satu indeks acuan di Wall Street ditutup pada level tertinggi sepanjang sejarah pada perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta), menghentikan penurunan yang telah terjadi pada tiga sesi perdagangan sebelumnya. Saham-saham teknologi seperti Microsoft Corp dan Apple Inc memimpin reli.

Mengutip Bloomberg, Jumat (15/5/2015), Indeks S&P 500 naik 1,1 persen ke level 2.120,78 pada pukul 16.00 waktu New York, Amerika Serikat (AS). Indeks Nasdaq juga menguat 69,11 poin atau 1,39 persen menjadi 5.050,80. Sedangkan Indeks Dow Jones menguat 191,75 poin atau 1,06 persen menjadi 18.252,24.

"Pasar obligasi telah stabil dan angka klaim pengangguran juga menunjukkan level yang positif. Kedua sentimen tersebut memberikan tenaga bagi indeks sehingga berubah arah ke zona hijau," jelas Analis Senior Columbia Threadneedle Investments, Anwiti Bahuguna.

Sebelumnya memang terjadi goncangan di pasar obligasi dengan adanya penjualan besar-besaran yang dilakukan oleh pelaku pasar sehingga menyerempet ke pasar saham. Salah satu alasan yang membuat pasar obligasi tergoncang adalah langkah pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Sentral Eropa.

Indeks S&P 500 membukukan kenaikan untuk pertama kalinya dalam minggu ini. Pada perdagangan sehari sebelumnya, Indeks S&P 500 ditutup di zona merah karena data penjualan ritel berada di bawah estimasi para analis. Selain itu, pelaku pasar juga sedikit khawatir dengan aksi jual yang terjadi di surat utang pemerintah.

Nilai tukar dolar AS jika dilihat secara mingguan berada di jalur penurunan terpanjang sejak Oktober 2013, di tengah tanda-tanda ekonomi AS sedang berjuang untuk mengumpulkan kekuatannya. Pelemahan dolar AS ini semakin meyakinkan investor bahwa rencana kenaikan suku bunga yang akan dilakukan oleh Bank Sentral AS (The Fed) masih belum dilakukan dalam waktu dekat ini.

Pelemahan dolar AS ini juga cukup baik bagi kinerja ekspor impor karena dengan pelemahan dolar AS ekspor lebih kompetitif dan impor kurang menarik bagi konsumen. Ekspor yang kompetitif ini dilihat oleh pelaku pasar akan memberikan dampak yang positif bagi kinerja laba perusahaan-perusahaan AS sehingga bisa berdampak positif bagi indeks di Wall Street.

Sedangkan data mengenai klaim pengangguran berada di bawah angka hasil survei Bloomberg kepada para ekonom. Pemerintah AS mengeluarkan data resmi bahwa klaim pengangguran berada di angka 264 ribu. Sedangkan menurut survei Bloomberg berada di angka 273 ribu. (Gdn/Igw)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya