BBM Batal Naik, Pemerintah Tak Tanggung Kerugian Pertamina

Pemerintah sebagai otoritas penentu harga BBM tidak akan menangung kerugian atau selisih antara biaya produksi dengan harga jual.

oleh Septian Deny diperbarui 15 Mei 2015, 16:02 WIB
Harga premium per Senin 19 Januari 2015 pukul 00.00 WIB menjadi Rp 6.600/liter dan harga solar menjadi Rp 6.400/liter. Tampak, sejumlah pengendara motor yang akan mengisi BBM di SPBU Cikini, Jumat (16/1/15). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) membatalkan rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Dengan pembatalan tersebut, selisih antara biaya produksi dengan harga jual ke masyarakat menjadi lebih tinggi. Pasalnya, harga minyak dunia terus mengalami kenaikan dalam satu bulan terakhir.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menjelaskan, pemerintah sebagai otoritas penentu harga BBM khususnya untuk jenis solar, sesuai dengan peraturan Presiden (Perpres) 191 Tahun 2014, tidak akan menangung kerugian atau selisih antara biaya produksi dengan harga jual.

"Siapa yang menanggung? Yang pasti tidak membebani APBN. Jadi sementara ini Pertamina yang nanggung," ujarnya di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Jumat (15/5/2015).

Dalam Peppres 191 Tahun 2014 tersebut disebutkan bahwa penetapan harga BBM diregulasi oleh pemerintah, di mana BBM jenis tertentu, yaitu Solar dan Kerosene, serta BBM penugasan, yaitu Premium untuk wilayah di luar Jawa, Madura, Bali ditetapkan oleh pemerintah. Jika berkaca dari aturan tersebut, sebenarnya pemerintah harus ikut serta menanggung selisih antara biaya produksi dengan jarha jual.

Sudirman melanjutkan, karena Pertamina menanggung sendiri selisih tersebut maka pemerintah memberikan apresiasi.  "Saya hargai permintaan Pertamina. Usaha ini akan ada hambatan, segala macam terjadi yang penting bagaimana bekerja untuk melayani masyarakat," lanjut dia.

Sementara itu, terkait adanya kabar bahwa penundaan kenaikan harga BBM yang seharusnya dilakukan pada Jumat (15/5/2015), karena adanya intervensi dari pemerintah, Sudirman tidak membenarkan atau membantah hal tersebut. Baginya, tugas pemerintah saat ini memberikan opsi bagi masyarakat soal BBM.

"Kan orang beli Pertamax opsi saja, yang penting tugas pemerintah menimbulkan ada opsi. Kalau migrasi mekanisme konsumen dengan penjual. Tentu ada pertimbangan gap tidak terlalu jauh. Di sini nilai tukar yang menjadi salah satu penentu harga BBM tidak bisa dikontrol," tandas dia.

Sebelumnya, Pertamina berencana untuk menaikkan harga jual Bahan Bakar Khusus untuk wilayah Jakarta dan Jawa bagian Barat. Retail Fuel Marketing Region III Pertamina, Pramono Sulistyo menjelaskan, perubahan terhitung mulai 15 Mei 2015 pukul 00.00 WIB. "Perubahan tersebut berlaku di SPBU wilayah marketing operasional region III," jelasnya.

Untuk perinciannya, Pramono melanjutkan, harga Pertamax akan naik Rp 800 per liter menjadi Rp 9.600 per liter dari harga sebelumnya di Rp 8.800 per liter. Untuk Pertamax Plus akan naik Rp 500 per liter menjadi Rp 10.550 per liter dari harga sebelumnya yang tercatat Rp 10.050 per liter.

Untuk Pertamina Dex akan naik sebesar Rp 300 per liter menjadi Rp 12.200 per liter dari harga sebelumnya Rp 11.900 per liter. Sedangkan untuk jenis Premium, Pertamina memutuskan untuk tidak mengubahnya atau tetap di level Rp 7.400 per liter.

Namun tak lama setelah pengumuman tersebut, perseroan kembali mengeluarkan pengumuman yang menyatakan bahwa Pertamia tidak akan menaikan harga jual BBM jenis apapun. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya