Liputan6.com, Jakarta - Neraca perdagangan Indonesia terhadap Thailand tercatat defisit US$ 1,12 miliar sepanjang periode Januari-April 2015 dan US$ 200,8 juta khusus di April. Salah satu penyebabnya karena kontraksi pada ekspor otomotif.
Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo, mengungkapkan, produksi otomotif Indonesia pada empat bulan pertama turun sekitar 360 ribu, merosot dari realisasi periode yang sama tahun lalu 430 ribu unit.
"Jadi mengalami penurunan baik yang untuk dijual di dalam negeri, maupun luar negeri. Jadi ekspor untuk waktu yang berikutnya karena penuhi kebutuhan domestik dulu," tegas dia di kantornya, Jakarta, Jumat (15/5/2015).
Untuk memenuhi permintaan domestik, Indonesia bahkan mengimpor lebih banyak kendaraan dari Negeri Gajah Putih. Inilah yang menyebabkan neraca perdagangan Indonesia dengan Thailand mengalami defisit.
"Impor otomotif dari Thailand untuk April ini senilai US$ 137 juta, sedangkan US$ 632,8 juta pada periode Januari-April 2015," papar dia.
Dari data BPS, ekspor impor non migas Indonesia mengalami defisit pada April ini sebesar US$ 200,8 juta. Di mana ekspor Thailand tercatat mencapai US$ 406,3 juta lebih kecil dari kinerja impornya senilai US$ 607,1 juta.
Sedangkan defisit sepanjang empat bulan pertama ini US$ 1,12 miliar berasal dari impor US$ 2,74 miliar yang lebih tinggi dari realisasi ekspor US$ 1,62 miliar.
Jika diamati lebih detail, nilai ekspor non migas Indonesia ke Thailand pada April ini merosot 4,11 persen menjadi US$ 406,3 juta dari realisasi US$ 423,7 juta di periode Maret 2015.
Dan terjadi defisit 5,16 persen antara ekspor Januari-April 2014 sebesar US$ 1,70 miliar ke US$ 1,62 miliar di periode yang sama 2015.
Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, kinerja sektor otomotif di Indonesia sangat tergantung harga komoditas.
"Kurangnya daya beli masyarakat, harga komoditas jatuh sehingga menyebabkan daya beli di sektor tertentu termasuk otomotif masih terpengaruh. Jadi harus balance dengan investasi pemerintah dan swasta," jelas dia.(Fik/Nrm)
Advertisement