KPK Sita Aset Nazaruddin Terkait Pencucian Uang Saham Garuda

Aset yang disita itu berupa rumah yang terletak di komplek LAN, Kelurahan Pejaten Barat, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

oleh Oscar Ferri diperbarui 15 Mei 2015, 21:45 WIB
KPK

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyita aset milik M Nazaruddin dalam ‎kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pembelian saham PT Garuda Indonesia. Dalam kasus itu, Nazaruddin sudah ditetapkan sebagai tersangka.

"Penyitaan dilakukan terkait penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang atas nama MNZ (Muhammad Nazaruddin)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/5/2015).

‎Priharsa mengatakan, aset yang disita itu berupa rumah yang terletak di komplek LAN, Jalan Samali Ujung Blok D Nomor 23 RT 10 RW 04, Kelurahan Pejaten Barat, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.‎ Rumah yang memiliki luas 127 meter persegi itu tercatat atas nama Teja Yulian.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Teja disebut-sebut merupakan direksi dari salah satu perusahaan fiktif di bawah naungan Grup Permai milik Nazaruddin.

KPK menetapkan M Nazaruddin sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang dalam pembelian saham PT Garuda Indonesia. KPK menduga pembelian saham tersebut berasal dari uang hasil korupsi.

Dalam kesaksian mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Grup Yulianis untuk terdakwa Nazaruddin beberapa waktu silam, terungkap perusahaan Muhammad Nazaruddin, PT Permai Grup, membeli saham perdana Garuda Indonesia senilai total Rp 300,8 miliar.

‎Pembelian saham Garuda Indonesia tersebut menggunakan keuntungan yang diperoleh Grup Permai pada proyek-proyek di pemerintah. Menurut Yulianis, pada 2010, Permai Grup memperoleh keuntungan sekitar Rp 200 miliar dari proyek senilai Rp 600 miliar.

Uang itu kemudian digunakan untuk membeli saham Garuda Indonesia oleh 5 anak perusahaan Permai Grup. Rinciannya PT Permai Raya Wisata membeli 30 juta lembar saham senilai Rp 22,7 miliar, PT Cakrawala Abadi 50 juta lembar saham senilai Rp 37,5 miliar, PT Exartech Technology Utama sebanyak 150 juta lembar saham senilai Rp 124,1 miliar, PT Pacific Putra Metropolitan sebanyak 100 juta lembar saham senilai Rp 75 miliar, dan PT Darmakusuma sebanyak 55 juta lembar saham senilai Rp 41 miliar.

Atas perbuatannya, Nazaruddin dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b subsider Pasal 5 ayat 2 subsider Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu KPK juga menjerat Nazaruddin dengan Pasal 3 atau Pasal 4 jo Pasal 6 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke satu KUHP. (Mvi/Ali)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya