Liputan6.com, Jakarta
Mafia beras dengan kedok pembelian secara besar-besaran sangat memungkinkan terjadi saat ini. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Perum Bulog tak mampu menyerap beras secara maksimal. Alhasil, pemerintah pun menimbang kebijakan untuk melakukan impor beras.
Ini diungkapkan Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir yang menyebutkan produksi gabah tahun ini diperkirakan sebesar 73,4 juta ton. Dari jumlah tersebut setidaknya hanya sekitar 63 persen dalam bentuk beras atau sekitar 43 juta ton.
Dari jumlah beras itu, Bulog diperkirakan hanya bisa menyerap 8 persen. Sementara sisanya akan diserap swasta. "Kan masih banyak, jadi memungkinkan kalau ada orang yang menyerap seperti harga petani. Yang pasti di atas harga Bulog," kata dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Sabtu (16/5/2015).
Dia menekankan, dengan kondisi tersebut pembelian besar-besaran sah dilakukan swasta. Petani pun bebas menjualnya kepada siapapun asal memberikan harga yang tinggi.
"Ini sudah lama pembelian swasta. Kami petani suka-suka saja. Karena lebih mahal," ujarnya.
Sementara, baru-baru ini mencuat kabar jika seorang mantan menteri berinisial AP era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga salah satu Komisaris Utama perusahaan pelat merah menjadi pemborong beras dengan target sampai 2 juta ton.
Kabar tersebut tentu mengejutkan, pasalnya dengan serapan beras yang begitu besar memungkinkan terjadinya pengendalian harga di pasaran. (Amd/Nrm)