Tragedi Mei 1998 dalam Lembaran Novel Fiksi

21 Mei diperingati sebagai Hari Peringatan Reformasi. 17 tahun silam, reformasi terjadi pun dengan meninggalkan cerita kelam tentang tragedi

oleh Dini Nurilah diperbarui 16 Mei 2015, 13:45 WIB
Demo peringatan Tragedi Mei 1998 di depan Istana (Liputan6.com/ Oscar Ferri)

Liputan6.com, Jakarta Bulan Mei memiliki sejarah tersendiri bagi perjalanan hidup bangsa ini. Selain mengenai ditetapkannya sebagai Hari Pendidikan pada tanggal 2 Mei, ataupun Hari Kebangkitan pada 20 Mei ada momen sejarah lainnya yang tak kalah penting di Bulan Mei ini. Ialah, Tragedi Mei 1998. Disebut juga sebagai peringatan reformasi pada tanggal 21 Mei, karena tepat di tanggal yang sama 17 tahun lalu Presiden ke-2 Bapak Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden atas desakan para demonstran saat itu. 

Namun, momen kala itu bukan perkara remeh sebatas demonstrasi dan turunnya seorang presiden. Sama sekali bukan. Peristiwa reformasi yang juga menjadi tragedi memilukan bangsa tersebut adalah batas akhir dari 'diam'nya rakyat di bawah rezim orde baru selama 32 tahun. Namun, aksi meruntuhkan rezim diktator menuntut kebebasan dan keadilan dinodai dengan kerusahan besar yang terjadi di beberapa kota besar, terutama ibukota, Jakarta. Pembakaran di pusat-pusat perbelanjaan, penjarahan, penyerangan dan pemerkosaan terjadi di tengah chaos yang tak terkendalikan itu. Atau, chaos yang diabaikan? entahlah. Karena, faktanya korban terbesar dari aksi kerusuhan Mei saat itu ialah mereka dari kalangan turunan tionghoa. Ada apa? Namun, setelah semua kekisruhan Mei 1998 masih menjadi tanda tanya besar siapa yang kudu bertanggung jawab. Dan, trauma seperti apa yang harus dihadapi para korban kerusuhan, terutama mereka, yang berdarah tionghoa? 

Kini, sejarah tersebut masih timbul tenggelam di bahas sebagai satu topik permasalahan yang seharusnya diangkat kembali demi pertanggungjawaban mereka yang bersalah, dan 'jawaban' luka mereka yang menjadi korban yang tak tahu menahu, mengapa mereka ditargetkan. Hanya segelintir golongan yang tetap konsisten 'menolak lupa' pada peristiwa tragis masa lalu itu. 

Beberapa turut menyuarakan tragedi berdarah itu dengan mengabadikannya dalam sebuah jalinan kisah fiksi dengan latar belakang tragedi Mei 1998. Walau tidak melulu menyoroti peristiwa besarnya tentang demonstrasi mahasiswa atau kelicikan para elit penguasa saat itu, karena mengulik kisah tentang para manusia biasa terkena imbas dan menjadi korban dari peristiwa besar itupun membawa kepahitan tersendir bagi kita untuk membacanya. Berikut novel-novel berlatar tragedi kerusuhan Mei 1998 yang masuk daftar kami : 


Sekuntum Nozomi

1. Sekuntum Nozomi 3 (2006)

Penulis : Marga T

Di buku ketiga dari rangkaian Sekuntum Nozomi, kali ini penulis membawa sang tokoh cerita pada kebengisan yang terjadi di akhir kekuasaan Orde Baru. Buku ini memberikan ulasan yang berkesan mengenai kejadian Mei 98, pemerkosaan, pembunuhan. Dengan perspektif para korban yang adalah orang-orang biasa, buku ini ingin mengatakan bahwa tragedi Mei bukan sekedar peristiwa politik. Namun, secara gamblang menggambarkan masa itu, adalah sebuah tragedi kemanusiaan. 

Novel Marga T-Sekuntum Nozomi ketiga


Mei Hwa dan Sang Pelintas Zaman

2. Mei Hwa dan Sang Pelintas Zaman (2014)

Penulis : Afifah Afra

versi pertama : Katastrofa Cinta (2008)

Huru-hara 1998 tak sekadar telah menimbulkan perubahan besar di negeri ini. Sebongkah luka yang dalam pun menyeruak di hati para pelakunya. Mei Hwa, gadis keturunan Tiong Hoa adalah salah satunya. Dalam ketertatihan, Mei Hwa berusaha menemukan kembali kehidupannya. Beruntung, pada keterpurukannya, dia bertemu dengan Sekar Ayu, perempuan pelintas zaman yang juga telah terbanting-banting sekian lamanya akibat silih bergantinya penguasa, mulai dari Hindia Belanda, Jepang, hingga peristiwa G30S PKI. Sekar Ayu yang telah makan asam garam kehidupan, mencoba menyemaikan semangat pada hati Mei Hwa nan rapuh. 
Dalam rencah badai kehidupan, berbagai kisah indah terlantun: persahabatan, ketulusan, pengorbanan dan juga cinta. Lewat novelnya ini, Afifah Afra kembali mengobrak-abrik emosi pembaca lewat novel bergenre fiksi sejarah yang sarat konflik, diksi menawan dan pesan yang sangat kuat.

Novel Mei Hwa dan Sang Pelintas Zaman


Notasi

3. Notasi (2013)

Penulis : Morra Quatro 

Walaupun lebih menyoroti kisah 2 insan muda dengan rasa diantara mereka, namun latar 1998 dan aktivitas mahasiswa kala itu membuat novel ini menjadi salah satu yang dapat dimasukan ke dalam list dengan latar belakang tragedi 1998. Penggambaran mengenai kebobrokan sistem Orde Baru dan demonstrasi besar-besaran oleh Mahasiswa. Bukan di Jakarta, namun Yogyakarta dengan tokoh utama yaitu mahasiswa UGM. 

Novel Notasi-Morra

Anda punya daftar novel lainnya selain ketiga novel diatas? 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya