Ketua DPD: Hanya Dikuasai 50 Konglomerat Bikin RI Krisis Ekonomi

DPD mendukung revitalisasi dan pembangunan pasar di seluruh Indonesia dalam waktu lima tahun ke depan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 17 Mei 2015, 14:57 WIB
Ketua DPD RI Irman Gusman saat menerima Duta besar Iran Untuk Indonesia Valiollah Mohammadi di ruang pimpinan DPD RI, Jakarta, Senin (4/5/2015). Pertemuan tersebut membahas hubungan bilateral kedua Negara. (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - DPD RI membeberkan terpuruknya ekonomi Indonesia pada 1998 karena hanya bertumpu pada segelintir pengusaha atau konglomerat. Padahal bisnis yang sudah terbukti tahan banting dengan krisis adalah usaha kecil dan menengah (UKM).

Ketua DPD, Irman Gusman mengungkapkan, perekonomian bangsa ini kolaps atau krisis pada 1998 karena hanya ditopang pertumbuhan ekonomi yang terfokus pada wilayah-wilayah tertentu atau kota besar di Indonesia.

"Ekonomi rakyat Indonesia kolaps di 1998 karena masalah ekonomi yang bertumpu segelintir pengusaha atau konglomerat. Ekonomi tumbuh di beberapa wilayah saja, sekira 65 persen di Jakarta dan kota besar. Jadi ekonomi kita waktu itu dikuasai 50 konglomerat," ujar dia dalam acara Forum Senator untuk Ekonomi Rakyat di Jakarta, Minggu (17/5/2015).

Saat itu, Irman menjelaskan, ekonomi Indonesia dikuasai sekelompok pengusaha kelas kakap secara otoriter. Sehingga, sambungnya, menciptakan pertumbuhan ekonomi yang semu.

"Tapi warung, pasar, UKM justru tetap survive saat krisis ekonomi melanda. Sedangkan perusahaan-perusahaan besar masuk pasien BPPN. Jadi kalau ekonomi cuma bertumpu sekelompok pengusaha tertentu, menurut saya gagal," kata Irman.

Namun perekonomian Indonesia bangkit. Kata Irman, ekonomi bangsa ini tumbuh dan mencapai urutan ke-15 besar dunia pada 2004 hingga sekarang.

"Itu karena backbone bangsa ini adalah pertanian, pedagang tradisional. Jadi kami mendukung revitalisasi dan pembangunan 5.000 pasar di seluruh Indonesia dalam waktu 5 tahun ke depan," pungkas dia. (Fik/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya