SBY: Tak Mudah Pimpin Indonesia di Era Politik Gaduh

Namun SBY mengaku tak pernah menyerah.

oleh Oscar Ferri diperbarui 18 Mei 2015, 07:07 WIB
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono berbicara saat acara 'Supermentor 6: Leaders' di Ballroom Djakarta Theater, Minggu (17/5/2015). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Dua periode sudah Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Presiden RI. Periode 2004 hingga 2009, disambung lagi rentang 2009-2014. Namun keterlibatan SBY dalam dunia politik tidak berhenti. Terbukti dalam Kongres IV Partai Demokrat di Surabaya, Jawa Timur pada Rabu 13 Mei 2015, SBY kembali lagi menjadi ketua umum dan tak menutup kemungkinan ikut pada Pemilu 2019 mendatang.

Terkait dengan kepemimpinannya selama dua periode, SBY membuka curahan hatinya. Menurut suami Ani Yudhoyono ini, sulit memenangkan pemilu, terutama Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 yang mengantarnya menjadi presiden. Dia juga menyebut tak mudah ketika menjabat sebagai presiden, apalagi saat dunia perpolitikan tengah gaduh.

"Tidak mudah memimpin Indonesia di era politik gaduh," ucap SBY dalam acara 'Supermentor 6: Leaders' atau 'Empat Pemimpin Bangsa Berbagi Cerita mengenai Ilmu Kepemimpinan, Resep Sukses, Etos Kerja, dan Prinsip Hidup' di XXI Ballroom Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Minggu (17/5/2015).

Namun, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM di era Presiden Megawati Soekarnoputri ini mengaku tak pernah menyerah. Ia terus berjuang menjadi sosok pemimpin yang baik. Bagi bangsa maupun untuk masyarakat pada umumnya.

Perjuangan itu ia harus lakukan. Sebab, masyarakat Indonesia dikenal 'galak' dan kerap melontarkan kritik melalui beragam cara dan wadah. Apalagi, pascareformasi, Indonesia masih mengalami carut-marut di berbagai sisi dan sektor, dari demokrasi sampai ekonomi. Di sini letak kesulitan yang diutarakan SBY sebagai seorang pemimpin yang senantiasa tidak menampilkan 'tangan besi'.

"Tidak ada cerita mudah memimpin Indonesia. Demokrasi, penegakan hukum, pertahanan dan keamanan, ekonomi. Tidak mudah untuk tidak lunak," urai SBY.

Karena itu, SBY meminta masyarakat untuk terus punya mimpi. Seperti mimpi yang dilakukannya untuk Indonesia lebih baik. Punya mimpi dan lalu berani mewujudkannya.

"Setiap orang harus punya mimpi. Karena itu beranilah mewujudkannya. Jangan takut, jangan cemas," ujar Presiden RI yang sudah menelurkan 4 album musik ini.

Selanjutnya: Siap Terima Kritik...


Siap Terima Kritik

Siap Terima Kritik

Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY mungkin sudah 'kenyang' menjadi sasaran kritik dari berbagai pihak, termasuk masyarakat selama menjadi Presiden RI dua periode. Sebab menurut SBY, sudah menjadi kodratnya seorang pemimpin menjadi target kritik, bahkan hujatan, masyarakatnya.

"Pemimpin juga harus siap diapakan saja, dicemooh, dihujat, dikritik, harus siap. harus menanggung segalanya. Begitu kodratnya," tutur SBY dalam acara bertemakan 'Empat Pemimpin Bangsa Berbagi Cerita mengenai Ilmu Kepemimpinan, Resep Sukses, Etos Kerja, dan Prinsip Hidup' di XXI Ballroom Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Minggu (17/5/2015).

Pemimpin, tak terkecuali presiden memang harus siap berkorban demi masyarakatnya. Di pundak seorang presiden beban masa depan bangsanya dipanggul. Presiden harus berani bertanggung jawab atas segala tindak tanduknya dalam memutus suatu kebijakan untuk negaranya.

"Pemimpin harus siap berkorban, diapakan saja, dan menanggung beban. Begitu jadi pemimpin, semua harus jadi tugas dan tanggung jawabnya," urai suami Ani Yudhoyono ini.

Bicara tentang presiden atau pemimpin berarti bicara pula tentang kekuasaan. Kata SBY, kekuasaan itu dapat dimaknai beragam. Tapi yang terpenting adalah bagaimana mengontrol kekuasaan itu juga sudah berada digenggaman agar tak jadi penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power.

"Ada yang bilang knowlegde is power, money is power, politic position is power, ada yang bintang (jenderal) is power. Dari mana kekuasaan itu berasal? Kemudian jika sudah dimiliki, untuk apa? Jika sudah, memiliki bagaimana kontrolnya. Yang paling penting bagaimana mengontrolnya," sambung SBY.

Kekuasaan presiden, lanjut SBY, tak semena-mena di tangannya. Tetapi ada di bawah kontrol konstitusi dan undang-undang. Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan era Presiden Megawati Soekarnoputri ini menambahkan, seorang presiden juga dikontrol dan diawasi oleh pers dan masyarakatnya. Termasuk juga NGO dan LSM-LSM.

"Ada yang namanya check and balances. Jangan lupa presiden dikontrol pers, NGO, dan rakyatnya. Yang penting, yang pegang kekuasaan itu harus bisa kontrol dirinya sendiri," ujar SBY.

Selanjutnya: Harus Siap Turun...


Harus Siap Turun

Harus Siap Turun

Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY sudah merasakan menjadi seorang Presiden RI. Bahkan dua periode SBY menjadi presiden, yakni 2004-2009 dan 2009-2014. Namun, SBY juga merasakan bagaimana kekuasaan itu tidak abadi. Di mana sesuai undang-undang yang berlaku, presiden di Indonesia cuma bisa menjabat paling mentok dua periode.

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan era Presiden Megawati Soekarnoputri ini mengutarakan pengalamannya mengenai kekuasaan dan 'turun takhta' setelah dua periode memimpin. Menurut SBY, seorang pemimpin harus berpegang pada pedoman 'hidup seperti roda pedati. Artinya, ketika sudah sampai di puncak, maka seorang pemimpin harus siap pula untuk turun.

"Setelah berada di puncak, persiapkan diri untuk turun. Putaran roda pedati, di atas lalu ke bawah, Tjokro Mandilingang," kata SBY dalam acara bertema 'Empat Pemimpin Bangsa Berbagi Cerita mengenai Ilmu Kepemimpinan, Resep Sukses, Etos Kerja, dan Prinsip Hidup' di XXI Ballroom Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Minggu (17/5/2015).

Dia pun menganalogikan karier seorang presiden dengan perjalanan pendaki gunung. Di mana SBY mengaku menyukai pendakian gunung semasa muda. Di sini letak 'persamaan' antara presiden dan pendaki gunung. Bahwa ketika sudah sampai puncak maka pendaki harus turun dari puncak. Tak mungkin selamanya berada di puncak karena tentu kondisi yang tak memungkinkan.

"Saya suka mendaki gunung. Ketinggiannya tiga ribu sekian meter. 8 Jam mendaki, cuaca buruk sekali, setelah bermalam semalam, apa yang bisa kita lakukan? Setelah naik ke puncak kita persiapkan, sekarang kita sudah di puncak. Tidak mungkin berbulan-bulan di sini, mari turun, persiapkan agar tidak tergelincir," ujar suami Ani Yudhoyono ini.

Begitu pula dengan kehidupan seorang pemimpin. Tak sedikit pemimpin dunia lupa untuk mempersiapkan segala persiapan untuk turun. Sehingga ketika kondisi tidak memungkinkan, maka dia bisa tergelincir di tengah jalan.

"Kehidupan juga begitu. Banyak yang berada di puncak, lupa dan tidak persiapkan diri untuk turun, sehingga tidak siap dan bisa tergelincir turunnya," ujar SBY yang baru saja terpilih lagi menjadi Ketua Umum DPP Partai Demokrat ini. (Ans)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya