Liputan6.com, Jakarta Para ilmuwan telah menguak, ayam ternyata keturunan dinosaurus berbulu -- yang juga adalah nenek moyang para burung modern. Kini, para ahli sedang berupaya membangkitkan "chickenosaurus" alias ayam 'mutan' dengan ekor panjang, memiliki lengan, dan gigi tajam mirip buaya.
Atau dengan kata lain, para ahli sedang berusaha mengembalikan ayam ke bentuk purba, ke nenek moyangnya. Para peneliti pekan lalu mengumumkan, mereka berhasil memodifikasi paruh embrio ayam menyerupai moncong dinosaurus.
Namun, paruh hanya salah satu dari sekian banyak modifikasi yang diperlukan untuk mengembalikan ayam jadi dinosaurus.
Mengingat banyak kendala yang dihadapi, seberapa dekat para ilmuwan menciptakan "chickenosaurus"?
"Dari sisi kuantitatif, kami sudah mencapai 50 persen," kata Jack Horner, dosen paleontologi di Montana State University, sekaligus kurator paleontologi di Museum of the Rockies, seperti dikutip dari situs sains, LiveScience, Rabu (20/5/2015).
Sudah lama Horner menunjukkan dukungannya pada ide memodifikasi ayam agar terlihat mirip dinosaurus. Dan tak seperti penelitian sebelumnya, ia berniat untuk membesarkan salah satu 'ciptaannya' itu.
Ada 4 modifikasi penting yang dibutuhkan untuk mencapai ambisinya itu: menciptakan chickenosaurus. Yakni, gigi tajam, ekor panjang, mengembalikan sayap ayam ke bentuk lengan dan tangan.
Makhluk itu juga perlu modifikasi pada bagian mulutnya. Untuk yang terakhir, para ilmuwan telah berhasil melakukannya.
"Proyek ayam dinosaurus ini -- kita bisa menyamakannya dengan proyek menuju Bulan," kata Horner. "Kita yakin bisa mencapainya, hanya saja, ada sejumlah rintangan besar."
Tantangan Besar
Salah satu 'tantangan besar' telah dilalui para ilmuwan, yang dijelaskan secara detil dalam jurnal Evolution yang dipublikasikan 12 Mei 2015 -- dengan mengubah paruh ayam menjadi moncong mirip dinosaurus.
Bahkan, pencapaian yang nampaknya kecil itu membutuhkan 7 tahun kerja keras.
Selama itu, para peneliti mempelajari perkembangan paruh dalam embrio ayam dan burung emu (Dromaius novaehollandiae). Juga menelaah perkembangan moncong pada kura-kura, buaya, serta kadal.
Diduga, jutaan tahun lalu, burung dan reptil memiliki jalur perkembangan serupa, yang memberi mereka moncong. Namun, seiring berlalunya waktu, perubahan molekul mengarah pada pembentukan paruh pada burung.
Advertisement
Namun, bukan hal mudah bagi para ilmuwan untuk mendapatkan embrio dari hewan modern, seperti buaya. Sebab, mereka harus menemukan penangkaran. Belum lagi mengaplikasikan biologi molekuler yang bisa makan waktu ribuan jam dan ratusan eksperimen -- dengan peluang keberhasilan yang kecil.
Bhart-Anjan Bhullar, ahli paleontologi dan biologi dari University of Chicago mengumpamakan apa yang mereka lakukan seperti proses 'penemuan fosil'.
Para ilmuwan juga membutuhkan data fosil luas tentang burung dan nenek moyangnya -- untuk memprediksi seperti apa penampakan burung pada berbagai tahap evolusi.
"Kita harus mengerti apa gerangan yang sedang kita lacak, sebelum mencoba untuk melacaknya," kata Bhullar.
Bhullar, penasihat doktoralnya dari Harvard University -- Arkhat Abzhanov, serta tim mereka fokus pada dua gen yang aktif dalam pembentukan wajah.
Masing-masing gen memiliki kode protein. Namun, kerja protein tersebut menunjukkan aktivitas berbeda pada perkembangan embrio ayam dan reptil modern.
Saat para ilmuwan memblokade aktivitas dua protein tersebut pada ayam, unggas itu mengembangkan struktur yang mirip moncong, bukan paruh.
Yang tak terduga, saat paruh ayam bertransformasi menjadi moncong -- secara tak sengaja -- itu juga mengubah langit-langit pada mulutnya.
"Masih harus diverifikasi apakah perubahan molekul seperti yang kita lihat mampu mengubah anatomi dengan cara yang bisa kita prediksi," kata Bhullar.
Kini tim ilmuwan yang dipimpin Horner sedang berusaha membuat ayam memiliki ekor panjang -- bagian yang paling kompleks untuk membuat chickenosaurus.
Misalnya, dengan meneliti gen pada tikus untuk menentukan tipe genetik apa yang menghalangi pembentukan ekor. Informasi dari itu bisa membantu mereka mencari cara untuk mengaktifkan pertumbuhan ekor.
Tapi, di sisi lain, ayam mungkin makhluk yang tangguh dari upaya modifikasi. "Hanya karena kita berhasil mengubah salah satu bagian, tidak berarti hewan itu akan dapat menggunakannya," kata Bhullar.
"Kita mungkin bisa membuat ayam memiliki jari. Namun, jika organ itu tak memiliki otot-otot yang tepat, atau jika sistem saraf dan otak tak terhubung dengan tepat, mungkin harus dilakukan banyak rekayasa tambahan."
Menurut Bhullar, seandainya fitur mirip dinosaurus, seperti moncong dan gigi, bisa diciptakan pada ayam, belum bisa dipastikan apakah otak binatang tersebut akan terkoneksi dengan sendirinya, yang memungkinkan hewan itu untuk menggunakannya.
Horner menambahkan, sekali manusia bisa memahami bagaimana kerja genetika, tak hanya dinosaurus ayam, bahkan unicorn dengan tanduk yang bisa menyala dalam gelap pun bisa diciptakan di laboratorium.
Dan, bagi Horner, chickenosaurus bisa menjawab pertanyaan terbesar manusia.
"Mereka yang terus bertanya tentang asal usul manusia, dari mana semua ini berasal, seharusnya tertarik pada bidang biologi evolusi," kata Horner. "Ini pada dasarnya dalah cetak biru (blueprint) kehidupan di Bumi ini." (Ein/Sss)