Saksi Ahli Hadi Poernomo Sarankan UU Pajak Jadi Rujukan

Dalam sidang, Hadi menanyakan hal-hal mengenai kewenangan pengadilan pajak dalam kasus yang menyangkut pegawai.

oleh FX. Richo Pramono diperbarui 20 Mei 2015, 14:23 WIB
Hadi Poernomo saat mengikuti sidang perdana praperadilan di PN Jakarta Selatan, Senin (18/5/2015). Hadi Poernomo membacakan permohonannya dan menggugat status tersangka terkait kasus pajak Bank BCA. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang praperadilan mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kali ini sidang diagendakan untuk mendengarkan saksi ahli yang dihadirkan Hadi Poernomo sebagai Pemohon.

Dari beberapa saksi dihadirkan, salah satunya merupakan pakar atau ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Eva Ahyani Zulfa. Hadi pun menanyakan hal-hal mengenai kewenangan pengadilan pajak dalam kasus yang menyangkut pegawai.

"Kompetensinya tentu ada di Pengadilan Pajak. Kalau sudah di pengadilan itu, mestinya ya nggak bisa diadili di Pengadilan Umum," ujar Eva saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (20/5/2015).

Eva juga menjabarkan mengenai kaitan dari UU Tipikor dan UU Perpajakan yang sebelumnya juga ditanyakan oleh Hadi terkait asas lex specialis.

"Kalau dalam pandangan hukum pidana formil sih kita bicara aturan dan tata cara. Harus ada pembanding lex specialis-nya dengan undang-undang apa. Kalau Tipikor dengan Perpajakan ya sulit karena keduanya punya kekhususan," papar Eva.

Eva yang merupakan dosen itu menegaskan, UU Pajak harus menjadi rujukan. "Ya harus, apalagi secara sistematis dan logis ya," pungkas Eva.

KPK menetapkan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi dalam permohonan keberatan wajib pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA) tahun 1999. Penetapan tersangka Hadi itu dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jenderal Pajak periode 2002-2004.

Selaku Dirjen Pajak saat itu, Hadi diduga menyalahgunakan wewenang. Ia diduga memerintahkan Direktur Pajak Penghasilan (PPh) untuk mengubah hasil telaah dan kesimpulan Direktorat PPh terhadap permohonan keberatan wajib pajak yang diajukan BCA, yaitu dari awalnya ditolak menjadi diterima.

Atas perbuatannya, Hadi dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Tidak terima jadi tersangka, Hadi Poernomo kemudian mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (Mvi/Yus)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya