700 Pengungsi Asal Bangladesh di Aceh Berstatus Pria Jomblo

Penanganan yang diberikan pada mereka juga berbeda dengan pengungsi Rohingya dari Myanmar

oleh Silvanus Alvin diperbarui 20 Mei 2015, 14:45 WIB
Para pengungsi etnis Rohingya tidur di tempat penampungan di Lhoksukon, Aceh, Senin (11/5/2015). Sekitar 500 migran terdampar di pantai Aceh setelah terapung-apung di laut selama sebulan karena kehabisan bahan bakar. (REUTERS/Roni Bintang)

Liputan6.com, Jakarta - ‎Deputi Wapres bidang politik Dewi Fortuna Anwar mengatakan, dari total pengungsi yang ditampung pemerintah Indonesia di Aceh, di antaranya berasal dari Bangladesh dan berstatus pria single alias jomblo. Penanganan yang diberikan pada mereka juga berbeda dengan pengungsi Rohingya dari Myanmar yang sebagian besar perempuan dan anak-anak.

"Menurut keterangan IOM dan UNHCR, data terakhir, sebagian besar adalah laki-laki Bangladesh dan single. Mereka bukan pengungsi karena tekanan politik tapi ingin mendapat pekerjaan yang lebih baik," kata Dewi, di Kantor Wapres, Jakarta, Rabu (20/5/2015).

Dewi menyampaikan, berdasarkan data United Nation High Commissioner of Refugees atau Kantor Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) ‎dari sekitar 1.500 orang yang terdampar di Aceh, 700 di antaranya adalah laki-laki jomblo dari Bangladesh.

"Tentu tidak bisa diperlakukan seperti refugees (pengungsi) yang perlu dicarikan solusi bersama untuk menanganinya, mereka (pengungsi Rohingya asal Bangladesh) harus dipulangkan," ‎ujar dia.

Menurut Dewi, pemulangan para pria jomblo itu harus ada kerja sama dengan pemerintah Bangladesh. Kerja sama ini untuk memastikan bahwa mereka ini tidak akan kembali datang menjadi pengungsi.   

Terhadap pengungsi Rohingya asal Myanmar, Dewi mengatakan, perlu dipikirkan sebuah upaya untuk menangani mereka. "Sudah jelas sekali, karena kalau yang Rohingya di sini itu keluarga, dan banyak juga anak-anak yang tidak ada wali, ini harus diupayakan bagaimana menanganinya," tandas dia.

Dipersatukan dengan Keluarga

UNHCR mendorong agar para pengungsi Rohingya bisa kembali bertemu dengan keluarganya. Sebab, data UNHCR mencatat para pengungsi sebagian besar terdiri dari perempuan dan anak-anak.

"Di sini banyak anak-anak dan perempuan, penting untuk menyatukan mereka pada keluarganya. Ini penting dilakukan dan ini yang kami harapkan dilihat dunia internasional serta bisa ditangani secepatnya," kata Perwakilan UNHCR Thomas Vargas, di Kantor Wapres.

Untuk saat ini, UNHCR siap membantu pemerintah dalam merawat para pengungsi yang terdampar di wilayah Aceh. Bantuan tak juga akan datang dari lembaga International Organization for Migration (IOM).

"UNHCR selalu siap bantu pemerintah untuk merawat para pengungsi ini, dan juga mitra terkait harus memiliki tugas untuk memastikan yang membutuhkan pertolongan harus diberikan bantuan itu. Kami hadir di sini untuk berkontribusi membantu mereka semaksimal mungkin, karena banyak anak-anak dan perempuan di antara pengungsi tersebut," tutur dia.

‎"Mereka memiliki kebutuhan khusus dan keberadaan UNHCR memang untuk mereka. Pemerintah juga perlu memberi peran dalam hal ini," tambah Vargas.

‎Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK berjanji memberikan bantuan kemanusiaan kepada para imigran Rohingya yang terdampar di tiga kabupaten Aceh. "Kita bantu dalam konteks kemanusiaan. Jadi kalau mereka terdampar pasti kita tampung, di Pulau Galang, dan pasti diberi bantuan makanan," kata JK di Banjarmasin, Senin 18 Mei.

JK juga menekankan, dibutuhkan kerja sama internasional untuk mengatasi arus imigran dari Rohingya. Pemerintah Indonesia telah melakukan pertolongan kepada mereka dengan memberikan tempat tinggal sementara, kebutuhan pakaian, makanan, hingga pelayanan kesehatan.

Pengungsi Rohingya merupakan salah satu masalah kemanusian yang‎ ‎paling disorot dunia saat ini. Sebab Myanmar tempat penduduk Rohingya tinggal, menolak memberi kewarganegaraan bagi etnis tersebut.

Pada Juni dan Oktober 2012, kerusuhan bernuansa etnis pecah di negara bagian Rakhine, Myanmar. Puluhan ribu warga Rohingya kemudian meninggalkan wilayah mereka. Kekerasan etnis ini menewaskan ratusan orang dan membuat 140 ribu warga minoritas tersebut kehilangan tempat tinggal. (Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya