Beban Indonesia Bila 100% Tanggung Pengungsi Rohingya

Deputi Wapres bidang politik Dewi Fortuna Anwar mengatakan Indonesia memiliki beban yang berat bila menanggung para pengungsi Rohingya 100%.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 20 Mei 2015, 15:33 WIB
Petugas Tagana memberikan makanan kepada pengungsi etnis Rohingya di Lhoksukon, Aceh, Senin (11/5/2015). Sekitar 500 migran terdampar di pantai Aceh setelah terapung-apung di laut selama sebulan karena kehabisan bahan bakar. (REUTERS/Roni Bintang)

Liputan6.com, Jakarta - ‎Deputi Wapres bidang politik Dewi Fortuna Anwar mengatakan Indonesia memiliki beban yang berat bila menanggung para pengungsi Rohingya sepenuhnya. Sebab, Indonesia memiliki ratusan juta penduduk yang masih harus diurus.

"Kalau seandainya Indonesia secara terbuka saja menerima pengungsi sementara tidak ada bantuan internasional dan tidak ada negara lain yang memiliki komitmen dalam waktu tepat untuk menyediakan pemukiman akhir, justru akan menjadi beban sosial politik Indonesia. Saya kira itu tidak adil jika dibebankan kepada Indonesia," kata ‎Dewi di Kantor Wapres, Jakarta, Rabu (20/5/2015).

"‎Jangan sampai menjadi moral hazzard baru, dan mereka menganggap enak ke Indonesia, itu yang perlu dicegah‎," tambah dia.

Dewi menjelaskan, sebagian besar pengungsi itu ingin mencari lapangan kerja. ‎Akan sulit bagi Indonesia mencarikan lapangan kerja pada para pengungsi karena baru-baru saja diterapkan moratorium pengiriman TKI ke luar negeri.

Ia meminta agar Myanmar yang merupakan negara asa‎l dari pengungsi tersebut untuk bertanggung jawab. "Hal ini kan bukan hanya tanggung jawab pemerintah Indonesia, terutama tanggung jawab pemerintah Myanmar sendiri yang seharusnya bisa memberi perlindungan kepada seluruh warganya, jadi tidak memaksa masyarakatnya sendiri untuk melarikan diri," tutur Dewi.

Dewi menuturkan pula komitmen pemerintah untuk menolong para pengungsi Rohingya tak perlu diragukan lagi. Hal itu sudah dijamin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Namun, Indonesia tak mau pro aktif dalam memberikan bantuan.

"Bagi Indonesia itu dilema, kalau kita tolak nanti dituduh kejam dan tidak memberi perhatian kemanusiaan. Tapi kalau diterima nanti akan ribuan yang semakin datang," tegas Dewi.

Jusuf Kalla, lanjut Dewi, juga sudah memerintahkan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan bersama Kementerian Luar Negeri (Kemelu) untuk membicarakan hal ini.

Saat ini, hal yang mendesak untuk dilakukan Indonesia adalah bekerja sama dengan masyarakat internasional‎ untuk memberi tekanan kepada pemerintah Myanmar agar memberi solusi bagi pengungsi Rohingya.

Apresiasi Filipina

Niat pemerintah Filipina yang bersedia menerima pengungsi Rohingya diapresiasi pemerintah Indonesia. Namun, ada berbagai opsi yang harus dipertimbangkan untuk tindak lanjutnya.

"Itu kan berita bagus dari Filipina, tapi secara logistik tidak mudah karena Filipina lokasinya jauh. Pengungsi kalau datang melewati Selat Malaka dan paling dekat itu daerah kawasan ini. Untuk pergi jauh ke Filipina itu tidak mudah, jadi harus dilihat visibilitasnya‎," kata Dewi.

Pemerintah Indonesia akan mengkomunikasikan hal ini dengan negara terkait dan penting untuk melibatkan UNHCR serta IOM. Selain itu, perlu diperhatikan pula kesiapan Filipina dalam menampung para pengungsi.

"‎Harus dilihat lagi, Indonesia dan Filipina juga memiliki penduduk yang besar dengan yang masih berpenduduk miskin, sehingga tidak mungkin menjadi tujuan akhir bagi para pengungsi, jadi harus dipikirkan selanjutnya bagaimana," tandas Dewi. (Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya