Diperiksa Bareskrim, Raden Priyono Kesal Disebut Tersangka TPPI

Pihak Bareskrim memeriksa mantan Kepala BP Migas Raden Priyono yang disebut menjadi tersangka. Dia pun merasa geram dengan sebutan itu.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 21 Mei 2015, 04:53 WIB
Raden Priyono usai diperiksa di Bareskrim Polri (tengah), Jakarta, Rabu (20/5/2015). (Liputan6.com/Putu Merta Surya Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik dari Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri kembali melakukan penyidikan terkait kasus dugaan korupsi yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada penjualan Kondensat Bagian Negara oleh SKK Migas kepada PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (PT TPPI) pada 2008 hingga 2011.

Pihak Bareskrim memeriksa mantan Kepala BP Migas (sekarang SKK Migas) Raden Priyono yang disebut-sebut menjadi tersangka. Dia pun merasa geram dengan sebutan itu. Hal itu disampaikan oleh kuasa hukumnya Supriyadi.

"Kita hari ini memenuhi panggilan. Selama ini kan di media isunya sudah tersangka. Di situ kita minta klarifikasi penyidik. Kita (hari ini) diperiksa sebagai saksi. Kita bukan tersangkanya dan tidak tahu siapa tersangkanya," ujar Supriyadi di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (20/5/2015) malam.

Sementara itu di tempat yang sama, Raden Priyono mengaku ditanya soal wewenang tugasnya serta fungsi wewenang Kepala BP Migas. Raden mengaku diperiksa dari pukul 11.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB.

"Tadi banyak, soal TPPI. Saya jelaskan saja wewenang, tugas pokok, dan fungsi wewenang kepala BP Migas seperti apa," jelas dia.

Menurut Raden, dalam penjualan Kondensat Bagian Negara oleh SKK Migas kepada PT TPPI tersebut, dia hanya mengikuti peraturan dan kebijakan-kebijakan pemerintah.

"(Tadi juga menjelaskan) bagaimana saya mengikuti peraturan dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Aturanya ada. Kita menjelaskan aturan. Kita (hanya) melaksanakan kebijakan," tutur dia.

Diketahui, SKK Migas melakukan proses penunjukan langsung penjualan kondensat bagian negara kepada PT TPPI pada 2009, tidak menjalankan proses sesuai ketentuan.

Kasus ini melanggar ketentuan pada Pasal 2 dan pasal 2 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan Pasal 6 UU No 15 Tahun 2015 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 Tahun 2003.

Dalam kasus penjualan kondensat tersebut, ditaksir kerugian negara atas kasus tersebut kurang lebih US$ 156.000.000 atau hampir Rp 2 triliun. (Ado)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya