Citizen6, Jakarta "Dengan puisi ini aku bersaksi, bahwa rakyat Indonesia belum merdeka. Rakyat yang tanpa hak hukum bukanlah rakyat merdeka.."
Kata-kata Rendra yang lugas dan mengalir seperti halnya Wiji Thukul, menohok pemerintah dan kekuasaan. Kegelisahannya mengenai bangsa ini seakan tak pernah usai pun tak pernah jera. Penyair yang lahir dengan nama lengkap Willybrodus Surendra Bhawana Renda Brotoatmojo ini terkenal dengan nada puisinya yang nyaring tanpa tedeng aling-aling mengkritik segala rupa penindasan.
Advertisement
"Ada gubernur sarapan bangkai buruh pabrik, bupati mengunyah aspal,anak-anak sekolah dijadikan bonsai. Jangan takut, Ibu! Kita harus bertahan, karena ketakutan meningkatkan penindasan"
Kata-kata Rendra bukanlah kata yang berbunga-bunga, keindahannya justru muncul dari kelugasannya dalam mengkritik. Dalam bukunya berjudul Doa Untuk Cucu ini, puisi-puisi yang dulu mungkin dilarang untuk diterbitkan akhirnya kini bisa hadir di permukaan. Emosinya melihat kondisi bangsa ini meluncur dengan tegas. Selain sarat dengan tema-tema kritik sosial, spiritualitas Rendra pun dihadirkan dalam buku yang memuat 22 puisi seperti dalam puisi berjudul Gumamku, ya Allah:
"Semua manusia sama tidak tahu dan sama rindu. Agama adalah kemah para pengandara. Menggema beragam doa dan puja. Arti yang sama dalam bahasa-bahasa berbeda".
Puisi-puisi Rendra yang termuat dalam buku ini kembali menggugah nurani kita, menyadarkan kita. Bahwa ada perjuangan yang belum selesai, yakni mewujudkan kemerdekaan dan kedaulatan rakyat.
Judul Buku : Doa untuk Anak Cucu
Penulis : W.S Rendra
Penerbit : Bentang Pustaka
Tebal : xvi+100 hlm ; 20.5 cm