Workshop Permainan Tradisional oleh Museum Nasional

Workshop ini bertujuan melestarikan nilai budaya nasional.

oleh Liputan6 diperbarui 23 Mei 2015, 17:35 WIB
Perayaan ulang tahun Museum Nasional Republik Indonesia dan Hari Museum Nasional dirayakan dengan 40 hari festival.

Liputan6.com, Jakarta Sebagai rangkaian Ulang Tahun Museum Nasional, tanggal 23-24 Mei 2015, Museum Nasional bekerjasama dengan Komunitas Hong menggelar Workshop dan Pameran Permainan Tradisional.

Workshop ini merupakan jajaran dari 40 hari Festival Hari Museum Internasional dan 237 Tahun Museum Nasional Indonesia. Kegiatan yang Berlokasi di Gedung B Museum Nasional ini berlangsung pada pukul 10:00 pagi sampai 13:00 (untuk kunjungan) atau sampai selesai (untuk publik). Pengunjung yang umumnya merupakan murid Sekolah Dasar yang didampingi orangtua atau penjaga mereka disuguhkan berbagai permainan tradisional seperti congklak, rorodaan, atau keris dari daun kelapa.

Foto dok. Liputan6.com

Beberapa anak Sekolah Dasar bermain permainan rorodaan yang merupakan kendaraan tiruan dari kayu.

Foto dok. Liputan6.com

 

Permainan dam-daman.

Foto dok. Liputan6.com

Foto dok. Liputan6.com

Membuat kembali keris-kerisan dari daun kelapa.

Puluhan murid tingkat Sekolah Dasar dari komunitas Taman Daun sudah memenuhi ruang Gedung B pada pukul 11:00, bergabung dengan pengunjung umum yang merupakan anak-anak yang didampingi oleh orangtua atau penjaganya masing-masing.

Foto dok. Liputan6.com

Foto dok. Liputan6.com

Melukis di layang-layang dengan cat air.

Tujuan dari workshop ini adalah untuk melestarikan budaya nasional dan melestarikan permainan tradisional yang memiliki nilai kebersamaan dan kejujuran, juga mempererat hubungan anak-anak dan orangtua.

Foto dok. Liputan6.com

Permainan bedil karet.

Menurut Oting Rudi Hidayat selaku anggota divisi Promosi festival Museum Nasional, mainan tradisional memiliki kelebihan dalam hal nilai kerjasama dan kejujuran dibanding permainan modern.

“Jika dalam memainkan permainan di gadget anak-anak cenderung sendirian dan hanya menatap layar, banyak permainan tradisional yang dalam memainkannya dibutuhkan lebih dari satu orang, seperti congklak atau galasin,” ungkap Oting.

Selain masyarakat umum, rangkaian festival ini melibatkan banyak komunitas seperti Komunikasi Jelajah, Komunitas Jelajah Budaya, Komunitas Sobat Budaya, Komunitas Kelas Pagi, dan Komunitas Hong yang memiliki visi melestarikan permainan anak-anak tradisional. (Ikr/ret)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya