Liputan6.com, Jakarta Dalam rangkaian acara Festival Hari Museum Internasional dan 237 Tahun Museum Nasional Indonesia, Museum Nasional bekerjasama dengan Komunitas Hong, mengadakan workshop dan pameran permainan tradisional pada tanggal 23-24 Mei 2015.
Dibuka untuk umum, workshop diadakan di bagian gedung B dari Museum Nasional. Permainan yang ditampilkan antara lain adalah bidik bedil, rorodaan, dan keris daun kelapa. Menariknya, ini hanyalah sebagian kecil dari permainan tradisional yang ada dari seluruh Indonesia, di mana ragam budaya Indonesia menjadi faktor.
Advertisement
“Jenis permainan tradisional di Nusantara ada lebih dari 750 jenis,” ungkap Oting Rudi Hidayat selaku anggota divisi Promosi Museum Nasional.
Kelebihan lain dari permainan tradisional, menurut Oting, antara lain nilai kebersamaan dan kejujuran yang diajarkan.
“Jika dalam memainkan permainan di gadget anak-anak cenderung sendirian dan hanya menatap layar, banyak permainan tradisional yang dalam memainkannya dibutuhkan lebih dari satu orang, seperti congklak atau galasin,” sambung Oting.
Namun, tantangan ada pada lahan bermain dan budaya gadget di masyarakat. Walau betul penggunaan smartphone pada anak-anak usia 2 tahun ke bawah tidak dianjurkan karena bisa berpengaruh pada perkembangan kognitif, seperti menurut Dr. Gary Small dari UCLA, namun kesulitan lain ada pada kurangnya ruang terbuka dan polusi di luar ruangan.
Selain itu, Indonesia diprediksi menjadi negara peringkat kedua dalam hal penggunaan smartphone pada tahun 2018 mendatang, seperti menurut data dari E-Marketer. Akan tidak mudah menjadi idealis dan menolak kebiasaan menggunakan smartphone yang sudah membudaya ini.
“Bukan berarti tidak mungkin memunculkan kembali budaya bermain permainan tradisional, namun harus ada usaha lebih dari orangtua, pemerintah, dan pihak-pihak lainnya,” ungkap Oting.
Perlu ada upaya lanjut dalam melestarikan permainan tradisional. Entah dengan mengasimilasikan dengan budaya modern dan melalui pendekatan baru, atau dengan cara-cara lain. (Ikr/ret)