Liputan6.com, Jakarta Kelompok teroris ISIS terus menebar terornya. Pasca-merebut kota tua Palmyra mereka melalukan pembantaian besar-besar di sana.
Menurut Kelompok Pemantau HAM Suriah sebanyak 262 warga kota itu dieksekusi ISIS. Aksi kejam tersebut dilakukan dalam waktu dua pekan.
Advertisement
"Setidaknya 13 orang korban (ISIS) adalah anak-anak," sebut pernyataan resmi kelompok pemantau HAM Suriah, seperti dikutip dari CNN, Senin (25/5/2015).
Mereka menambahkan, 150 orang yang dihukum mati ISIS merupakan tentara Suriah. Sementara sisanya dituding adalah mata-mata atau simpatisan pemerintah.
ISIS pun diduga kuat memakai cara yang begitu keji kala membantai tahanannya. Mereka mengeksekusi dengan cara dipenggal.
Tidak hanya mengeksekusi, ISIS terus melakukan sweeping simpatisan pemerintah di Palmyara. Akibat dari razia tersebut 600 orang disandera ISIS.
Aksi dari ISIS ini memicu ketakutan luar biasa masyarakat Palymira. Sebanyak 11 ribu orang bahkan memilih mengungsi dari tempat tinggalnya itu.
Setelah merebut Palmyra dan kota tetangganya Tadmur, ISIS semakin menancapkan kekusasaannya di Tanah Suriah. Mereka telah menguasai, 50 persen wilayah negara tersebut.
Kota Palmyra merupakan kota penting dalam sejarah Timur Tengah. Sejak awal abad pertama hingga ketiga Masehi, kota ini berkembang di bawah pemerintahan Romawi, sampai kemudian membentuk kekaisaran sendiri yang terbentang dari Turki hingga Mesir.
Palmyra dianggap menjadi pencapaian penting dalam peradaban kuno Timur Tengah, karena dibangun berbeda dengan gaya kota kekaisaran Romawi lainnya.
Seperti Venesia, kota ini menjadi pangkalan bagi jaringan perdagangan. Hanya saja, laut di Palmyra adalah padang pasir, dan kapal di sana adalah unta.
Hanya sebagian kecil dari situs kota ini yang telah digali. Sebagian besar peninggalan arkeologi masih terbenam di bawah tanah, dan terlalu rapuh untuk digali.
Jika kota ini dihancurkan oleh ISIS, sebuah bab penting mengenai sejarah Timur Tengah akan hilang oleh konflik yang tragis ini. (Ger/Ein)