Liputan6.com, Jakarta Ada yang menarik saat berkunjung ke desa Lota, Pineleng, Minahasa, Sulawesi Utara. Di tengah pemukiman warga yang mayoritas beragama Kristen, terdapat komunitas muslim. Munculnya komunitas muslim di desa Lota bukan tanpa sebab, hal tersebut berawal dari diasingkannya Tuanku Imam Bonjol ke tanah Minahasa.
Ainun, salah satu keturunan muslim desa Lota saat dikunjungi tim liputan6.com menceritakan, pada pertengahan 1837, setelah terlibat beberapa kali peperangan, pemerintah kolonial Belanda berhasil meringkus Tuanku Imam Bonjol, dan mengasingkannya ke beberapa tempat terpencil di nusantara, sebelum akhirnya menetap di desa Lota.
Advertisement
Saat diasingkan, Tuanku Imam Bonjol membawa seorang pengawal setia. Sang pengawal menikahi gadis Minahasa yang telah memeluk Islam, dan keturunannyalah yang secara alami membentuk komunitas muslim desa Lota hingga saat ini.
6 November 1864, Tuanku Imam Bonjol wafat di tanah pengasingan. Untuk menghormati jasanya dalam memimpin perang Paderi, dan usahanya untuk melindungi pribumi dari penjajahan pemerintah kolonial Belanda dibangunlah makam Tuanku Imam Bonjol dengan gaya arsitektur yang kental nuansa Minang, yaitu pada bagian atapnya yang berbentuk gonjong.
Di dalam bangunan makam yang berukuran sekitar 6x10 m2 hanya terdapat makam Tuanku Imam Bonjol. Pada bagian nisannya tertulis “Tuanku Imam Bonjol wafat dalam pengasingan pemerintah kolonial Belanda karena berperang menentang penjajahan untuk kemerdekaan tanah air, bangsa, dan negara. Sementara di bagian dinding makam terpatri lukisan marmer yang menggambarkan Tuanku Imam Bonjol sedang mengendarai kuda dalam peperangan.”
Tidak jauh dari lokasi makam terdapat sebuah mushola yang pernah digunakan oleh Tuanku Imam Bonjol untuk beribadah. Di dalam mushola kecil tersebut terdapat batu besar yang menghadap kiblat. Di batu itulah Tuanku Imam Bonjol kerap menghabiskan waktunya untuk berdoa dalam pengasingan.
Meski lokasinya berada di desa terpencil di Minahasa, makam dan petilasan Tuanku Imam Bonjol kerap dikunjungi tamu dari berbagai kalangan. “Banyak orang datang ke tempat ini untuk penelitian dan belajar sejarah, selain ada juga yang hanya sekadar ingin berziarah,” tutur Ainun. (ibo/Igw)