Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPP Partai Nasdem Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, Aziz Bestari harus gigit jari untuk maju sebagai anggota legislatif. Sebab, permohonan uji materi Pasal 51 ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif (UU Pileg) dan Pasal 58 huruf f Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).
"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusannya di ruang sidang utama Gedung MK, Jakarta, Selasa (26/5/2015).
Aziz dalam dalilnya merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan, karena berlakunya Pasal 51 ayat 1 huruf g UU Pileg dan Pasal 58 huruf f UU Pemda.
Pasal 51 ayat 1 huruf g UU Pileg mengatur tentang calon anggota legislatif, tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih. Sedangkan Pasal 58 huruf f UU Pemda juga mengatur hal serupa.
Aziz menilai, ketentuan tersebut menyebabkan dirinya kehilangan hak politiknya. Sebab, dirinya pernah menjadi terpidana kasus penggunaan surat palsu. Atas kasusnya itu, dia mendekam di Lapas Kota Palu pada 25 Juni-22 Desember 2012.
Aziz merasa didiskriminasi karena diberlakukan kedua undang-undang itu. Karena upaya pencalonannya menjadi anggota DPRD Kabupaten Tolitoli saat Pileg 2014 lalu, telah dihambat karena ketentuan dalam Pasal 51 ayat 1 huruf g UU Pileg, dan Pasal 58 huruf f UU Pemda.
Karena itu, Aziz memohon kepada MK menyatakan kedua pasal dalam kedua undang-undang itu bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Mengenai dalil-dalil itu, Mahkamah menilai persoalan hukum yang dihadapi Aziz semata-mata masalah implementasi undang-undang, meski seandainya dianggap benar melanggar ketentuan UUD 1945. Mahkamah berpendapat hal tersebut bukan persoalan konstitusionalitas norma.
"Jika pun sebagaimana didalilkan pemohon bahwa praktik peradilan menunjukkan inkonsistensinya, dan seandainya praktik demikian juga menimbulkan ketidakpastian hukum, Mahkamah tetap berpendapat hal itu bukan menjadi kewenangan Mahkamah. Mahkamah oleh UUD 1945 diberi kewenangan untuk mengadili permohonan pengaduan konstitusional," tandas Majelis. (Rmn/Sss)
Terbentur UU Pileg, Keinginan Eks Napi Ini Jadi Caleg Pupus di MK
Aziz dalam dalilnya merasa hak konstitusionalnya dirugikan, karena berlaku Pasal 51 ayat 1 huruf g UU Pileg dan Pasal 58 huruf f UU Pemda.
diperbarui 26 Mei 2015, 18:07 WIBGedung MK
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Ciri Alergi Dingin: Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasinya
Bukalapak Tutup Layanan Marketplace, Fokus Jual Token Listrik hingga Produk Virtual Lain
Apa Itu Mind Mapping: Teknik Efektif untuk Mengorganisir Ide dan Informasi
Resep Bumbu Seblak: Rahasia Cita Rasa Pedas Gurih yang Menggoda
Ciri Ciri Kandungan Lemah yang Perlu Diwaspadai Ibu Hamil
Top 3: Batas Usia Pensiun jadi 59 Tahun di 2025 Bikin Penasaran
Meta Singkirkan Pemeriksa Fakta Independen di Facebook dan Instagram, Para Aktivis Kecam Mark Zuckerberg!
Top 3 Islami: Maksud Qabliyah Subuh Lebih Baik dari Dunia Seisinya Menurut UAH, Tirakat Gus Baha yang Jarang Diketahui
Viral Video Lawas Prabowo Subianto Sungkem ke Mantan Presiden Soeharto Saat Idulfitri
Resep Ayam Kecap Pedas: Hidangan Lezat dengan Sentuhan Manis dan Pedas
Kejatuhan Cicak Pertanda Apa? Mitos dan Fakta di Balik Fenomena Ini
HMPV Belum Ada Vaksinnya, Dokter: Lengkapi Vaksinasi Saluran Pernapasan untuk Lindungi Diri