Liputan6.com, Jakarta Pengamat pendidikan Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Titik Handayani mengatakan fenomena jual beli ijazah dan ijazah palsu merupakan indikasi masyarakat Indonesia yang "sakit".
"Fenomena tersebut bukan hanya indikasi kegagalan atau kesalahan sistem pendidikan di negeri kita, tetapi juga indikasi masyarakat kita yang 'sakit'. Itu merupakan penyebab dasar dari persoalan ini," kata Titik Handayani dihubungi di Jakarta, Senin.
Advertisement
Titik mengatakan yang parah adalah masyarakat yang "sakit" itu adalah mereka yang ingin menduduki posisi-posisi tertentu seperti calon kepala daerah, anggota legislatif bahkan orang-orang yang ingin naik pangkat secara instan.
Hal itu, kata Titik, secara sosiologis sudah disebutkan oleh Emile Durkheim dan Robert Merton yang memperkenalkan teori anomi. Menurut teori tersebut, terdapat kesenjangan antara norma sosial dan ideologis dengan yang dipraktikan sehari-hari oleh masyarakat.
Individu yang mengalami anomi akan berusaha mencapai tujuan-tujuan bersama dari suatu masyarakat tertentu, tetapi tidak dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut secara sah karena keterbatasan sosial.
"Akibatnya, individu tersebut akan memperlihatkan perilaku menyimpang seperti ijazah palsu. Adanya gaya hidup hedonisme, dengan situasi yang sulit, juga mendorong masyarakat dan seseorang menghalalkan segala cara dan instan," tuturnya.
Praktik jual beli ijazah dan ijazah palsu menjadi perhatian publik setelah ada pengaduan dari masyarakat terhadap 18 perguruan tinggi.
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir mengancam akan menutup dan membubarkan pergururan tinggi yang melakukan transaksi jual beli ijazah.
"Kepada semua masyarakat mohon jangan melakukan transaksi jual beli ijazah. Kalau ada perguruaan tinggi yang menjual ijazah, akan saya tutup, saya bubarkan," katanya usai menghadiri wisuda Universitas Jambi di Jambi, Jumat.
Nasir mengatakan penindakan tegas terhadap perguruan tinggi yang tidak menjalankan proses yang benar perlu dilakukan untuk meningkatkan marwah bangsa Indonesia, pendidikan negeri, pendidikan swasta maupun pendidikan tinggi.
"Masalah ijazah memang perlu kita lakukan penindakan, sebab ini sudah menjadi isu nasional. Dan kami akan melakukan inspeksi mendadak kemana dan di mana saja," tukasnya.