Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan ada potensi risiko fiskal dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Pihaknya memperkirakan defisit anggaran bakal melebar hingga 2,2 persen karena penerimaan pajak merosot sekitar Rp 120 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro menjelaskan, penerimaan pajak diproyeksikan akan lebih rendah dari target di samping penyerapan belanja di bawah 100 persen.
"Itulah hal yang membuat realisasi tidak sama dengan yang disepakati. Jadi perkiraan defisitnya 1,9 persen sampai 2,2 persen dari PDB. Potensi pelebaran defisit sampai 2,2 persen dengan asumsi penerimaan pajak yang tidak tercapai," ujar dia dalam Rapat Kerja Risiko Fiskal bersama Komisi XI DPR RI, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (27/5/2015).
Lebih jauh dijelaskan Bambang, Kemenkeu telah memikirkan skenario pesimistis dengan pelebaran defisit mencapai 2,2 persen dari PDB meski level itu masih dinilai wajar dan terkendali. "Artinya belanja shortfall Rp 60 triliun dan penerimaan pajak shortfall sampai Rp 120 triliun," tegasnya.
Sebagai langkah memitigasi risiko tersebut, Bambang mengaku, pemerintah mempunyai strategi khusus, yaitu pertama mencari sumber pembiayaan yang aman dan berisiko rendah. "Caranya mengurangi penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dalam denominasi rupiah karena paling berisiko dari tingkat bunga atau sudden reversal," ucapnya.
Kedua, memanfaatkan pinjaman multilateral dan program, pinjaman siaga dan dari sisa anggaran lebih. Dan cara ketiga, meminimalkan tambahan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) domestik.
Untuk diketahui, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 310,10 triliun hingga 30 April 2015 dari target penerimaan pajak yang ditetapkan sesuai Anggaran Pendapatan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2015 sebesar Rp 1.294,25 triliun.
Realisasi penerimaan pajak itu baru mencapai 23,96 persen. Bila dibandingkan periode sama tahun 2014, realisasi penerimaan pajak mengalami pertumbuhan baik pada 2015 terutama di sektor tertentu, namun juga pertumbuhannya menurun di sektor lainnya.
Dari 17 jenis pajak yang ditagih Direktorat Jenderal Penerimaan Pajak hanya lima jenis pajak yang mencatatkan pertumbuhan positif. Lima pos penerimaan pajak itu antara lain penerimaan pajak di PPh Non Migas yang mencatatkan pertumbuhan ada PPh Pasal 21 sebesar 9,6 persen, PPh pasal 23 sebesar 9,10 persen, PPh pasal 25/29 OP sebesar 8,52 persen, PPh pasal 26 sebesar 30,60 persen, dan PPh final sebesar 21,23 persen. Secara kumulatif, PPh Non Migas tumbuh 10,58 persen dari Rp 162,93 triliun hingga April 2014 menjadi Rp 180,16 triliun hingga April 2015. (Fik/Gdn)
Defisit Anggaran Bisa Melebar 2,2%
Pemerintah akan mencari sumber pembiayaan yang aman dan berisiko rendah.
diperbarui 27 Mei 2015, 18:00 WIBMenteri Keuangan Bambang Brodjonegoro saat menjadi pembicara dalam diskusi ekonomi politik di Jakarta, Minggu (24/5/2015). Diskusi tersebut mengangkat tema Menagih Janji Kesejahteraan Daerah. (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Cara Mengatasi Polusi Udara: Langkah Efektif untuk Udara yang Lebih Bersih
KPU Sebut Cagub Bengkulu Rohidin Mersyah Masih Bisa Ikut Pilkada Meski Ditangkap KPK, Kok Bisa?
Polisi Kawal Ketat Pendistribusian Logistik Pilkada 2024
Cara Masak Mie Kuah yang Lezat dan Menggugah Selera
Labuan Bajo Waspadai Potensi Cuaca Ekstrem dan Bencana Alam di Periode Libur Akhir Tahun 2024
KPK Tangkap Tangan Gubernur Bengkulu, Eks Penyidik: Hanya OTT Bisa Bongkar Kejahatan Korupsi Tersembunyi
Cara Jual Emas: Panduan Lengkap Mendapatkan Harga Terbaik
Cara Transfer Chat WhatsApp di HP Android Tanpa Google Drive, Ini Informasinya
PPN Bakal Naik jadi 12%, Pengusaha Cemaskan Hal Ini
Cerita Guru SMP di Kudus jadi Duta Teknologi 2024 Kemdikbudristek
Kisah Mbah Ma'shum Lasem Mimpi Bertemu Rasulullah Berkali-kali, Ini Pesan Nabi SAW
Rain or Shine: Drama Korea Lee Junho 2PM yang Wajib Kamu Tonton di Vidio