Liputan6.com, New York - Tak banyak orang yang mengenal Thai Lee. Ia seorang pekerja keras yang menjalankan bisnisnya sendiri sehingga menjadi besar. Tak banyak yang membantunya di kantor. Hanya beberapa orang saja dan ia banyak menjalankan bisnisnya seorang diri.
Namun Lee mampu menjadi miliarder. Ia wanita yang memiliki bisnis yang cukup besar di Amerika. SHI merupakan perusahaan yang dipimpinnya. Di bawah manajemennya, SHI mampu menjadi sebuah perusahaan yang cukup banyak mendulang keuntungan
Mengutip Forbes, Kamis (28/5/2015) SHI merupakan perusahaan yang mempunyai fokus bisnis menjual perangkat keras dan lunak yang memberikan solusi sesuai dengan keinginan pelanggan.
Perusahaan ini mempunyai kinerja yang cukup baik. Penjualannya mencapai US$ 6 miliar dengan jumlah pelanggan mencapai 17.500 pelanggan yang namanya cukup terkenal seperti Boeing, Johnson & Johson dan AT & T.
Pada tahun kemarin, angka penjualan perusahaan yang dipimpin oleh Lee ini mengalami pertumbuhan 14 persen. Saat perusahaan lain tidak mengungkapkan kinerjanya, Lee jujur dengan mengungkapkan bahwa margin laba yang didapatnya kurang lebih 3 persen.
SHI memang bukan perusahaan terbuka. Namun berdasarkan perkiraan paling konservatif dari Forbes menunjukkan bahwa nilai aset SHI mencapai US$ 1,8 miliar yang membuat Lee menjadi seorang miliarder perempuan yang mampu menempati posisi sebagai salah satu miliarder di AS.
Namun, saat Forbes mencoba mengkonfirmasi kekayaannya tersebut, Lee tidak ingin mengakuinya. Ia mencoba berbagai cara agar bisa keluar dari daftar yang dibuat oleh Forbes tersebut. Lee melihat bahwa perhitungan Forbes terlalu tinggi.
"Nilai dalam perhitungan tersebut tidak bisa mengalahkan kinerja yang cukup cemerlang dari para karyawan SHI," tuturnya.
Lee bekerja dengan dasar kepercayaan. Melayani pelanggan adalah sebuah dasar yang ia pegang dalam menjalankan bisnis. Satu hal yang selalu dipegang oleh Lee adalah membuat karyawan nyaman bekerja dan menyenangkan pelanggan.
"Kami tidak terlalu berlebihan dalam memberikan pelayanan. Namun yang bisa kami pastikan adalah kami mencoba memastikan bahwa semua orang merasa dihargai," katanya.
Berbisnis sejak kecil
Advertisement
Lee dilahirkan di Bangkok. Ayahnya seorang ekonom terkemuka di Korea Selatan. Lee merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang menghabiskan masa kecilnya di Korea Selatan. Sejak kecil memang sudah terlihat darah bisnis. Ia selalu mengerjakan sesuatu dengan rajin dan siap dengan apapun kemungkinan yang terjadi.
"Jika Anda berada di Korea Selatan, Anda akan berpikir apa yang terjadi jika Korea Utara menyerang," jelas Celeste Lee yang merupakan adiknya. "Lee selalu mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan merencanakan hidup kami," imbuhnya.
Saat remaja, Lee pindah ke Amerika. Lee melanjutkan sekolah sehingga akhirnya mendapat gelar di bidang ekonomi dan juga biologi. Setelah lulus ia kembali ke Korea Selatan dan bekerja di sebuah perusahaan yang membuat suku cadang mobil daesung industrial Co. di Seoul.
Saat bekerja ia mengumpulkan uang agar bisa melanjutkan kuliah. AKhirnya ia kembali ke Amerika Serikat dan pada 1985 lulus dari Harvard Business School.
Ia kemudian mempersiapkan diri untuk berwirausaha. Pada usia 30, ia mencoba mendirikan perusahaan sendiri. Nasib baik pun datang. Lautek, perusahaan perangkat lunak di New Jersey memiliki divisi kecil yang mendapat izin untuk menjual perangkat lunak seperti Lotus 1-2-3 untuk beberapa pelanggan.
Lee pun mengambil alih usaha divisi tersebut dengan uang yang dia tabung ditambah dengan pinjaman dengan jumlah yang tidak terlalu besar. Kemudian ia memberikan nama perusahaan tersebut dengan nama yang mencerminkan bakal menjadi perusahaan global uaitu Sofware House Internasional (SHI).
Dengan berbagai perjuangannya SHI pun kemudian menjadi sebuah perusahaan besar dan Lee menjadi salah satu wanita terkaya di Amerika. (Gdn/Ndw)