Liputan6.com, Jakarta - Laporan terbaru yang dirilis perusahaan keamanan komputasi, FireEye, mengungkapkan fakta yang mengejutkan.
Menurut laporan bertajuk "Apt 30 and the Mechanics of a Long-Running Cyber Espionage Operation", FireEye mengklaim telah menemukan bukti operasi spionase cyber yang disponsori oleh pemerintah China terhadap negara-negara di wilayah Asia Tenggara dan India, termasuk Indonesia.
FireEye memaparkan bahwa pemerintah China telah menggelar sebuah operasi intelijen yang disebut dengan "APT 30". Operasi yang bertujuan untuk melakukan penyadapan dan pencurian data-data rahasia ini menargetkan pemerintahan yang berkuasa, informasi militer, ekonomi, perbankan, dan bahkan jurnalis.
"Teknik serangan canggih seperti yang digunakan di operasi APT 30 ini membuktikan bahwa ada dukungan dari suatu negara, dan dampaknya dapat mempengaruhi berbagai lembaga pemerintahan maupun organisasi di Indonesia," kata Bryce Boland, Chief Technology Officer FireEye untuk wilayah Asia Pasifik.
Advertisement
Boland memaparkan, aksi spionase di ranah cyber negara-negara Asia Tenggara teridentifikasi sudah dilakukan pemerintah China sejak tahun 2005 silam. Ini artinya, selama 10 tahun terakhir berbagai data penting milik pemerintah dan perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, telah dikuasai oleh pihak asing.
"Target mereka adalah mendapatkan informasi yang berkaitan dengan hal-hal yang dibutuhkan pemerintah Cina untuk intelijen mereka, yaitu isu politik, ekonomi, dan militer, wilayah sengketa, dan diskusi yang berhubungan dengan legitimasi Partai Komunis China," ungkap Boland pada kesempatan konferensi pers yang berlangung hari ini, Kamis (28/5/2015), di Hotel Mulia Jakarta.
Jenis serangan ini, terang Boland, menggambarkan bagaimana sebuah kelompok hacker bisa secara gigih membahayakan berbagai lembaga di wilayah tertentu secara terus menerus.
"Kenapa aksi spionase cyber ini dikaitkan dengan pemerintah China? Pertama, kami memiliki intelijen yang bisa dipercaya. Kedua, infrastruktur dan tools (termasuk malware) yang mereka gunakan berbahasa China, serta yang ketiga, tools-nya sangat identik dengan kelompok-kelompok hacker asal China," ujar Boland.
(dhi/dew)